REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Selasa (7/6) ditutup menguat 107 poin atau 0,80 persen ke Rp 13.263 per dolar AS. Ekonom dari Kenta Institute, Eric Sugandi menilai, hal ini karena faktor persepsi karena ketidakpastian kondisi ekonomi AS sudah sedikit mereda.
Eric menjelaskan, kenaikan suku bunga Fed Fund Rate yang berpengaruh ke faktor persepsi agak mereda, lalu tingkat pengangguran di AS juga tidak sesuai harapan. Keputusan The Fed untuk menunda kenaikan suku bunga juga dipengaruhi oleh situasi di Uni Eropa .
"Ekspektasi kenaikan Fed dalam jangka waktu dekat agak mereda. Apalagi kemudian dikaitkan dengan masalah Brexit, kelihatannya Fed tidak akan menaikkan suku bunga sebelum ada kepastian Inggris akan keluar dari Uni Eropa atau tidak. Nah kalau misalnya, Fed akan bisa naik dengan aman kalau Inggris tidak keluar dari Uni Eropa," kata Eric Sugandi pada Republika.co.id, Selasa (7/6).
Selain itu, pemulihan ekonomi AS juga tidak sesuai harapan dengan proyeksi pertumbuhan ekonominya yang 1,9 persen. Ini lebih rendah dari ekspektasi pasar di 2,5 persen, dan bahkan mungkin bisa sama atau lebih sedikit dari pertumbuhan ekonomi tahun lalu sebesar dua persen. "Nah itu kan membuat ekspektasi bahwa mungkin Fed tidak akan menaikkan dalam waktu segera sambil menunggu perkembangan lebih lanjut dari ekonomi Amerika," ujarnya.
Di samping itu, harga minyak menimbulkan harapan penguatan untuk rupiah. Secara keseluruhan adanya pemulihan harga komoditas energi memberikan sentimen positif terhadap rupiah.
"Tapi saya masih melihat rupiah masih di nilai fundamentalnya di Rp 12.800 sampai Rp 13.300 per dolar AS," ujarnya.
Baca juga: Kurs Rupiah Kembali Menguat Signifikan