REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan, meskipun secara jarak sangat dekat, namun hingga kini investasi dari Australia belum optimal.
Australia merupakan salah satu negara sumber investasi bagi Indonesia. Angka realisasi investasi kuartal pertama (periode Januari-Maret) 2016 dari Australia tercatat sebesar 59,98 juta dolar AS terdiri dari 131 proyek investasi dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 5.070 orang. Secara keseluruhan total investasi yang masuk kuartal pertama 2016 tercatat mencapai Rp 146,5 triliun meningkat 17,6 persen dari periode sebelumnya sebesar Rp 124,6 triliun.
Sementara pada periode 2010-2015, tercatat realisasi investasi 2,1 miliar dolar AS terdiri dari investasi di sektor pertambangan, kimia dasar dan infrastruktur. Dari komitmen investasi tercatat sebesar 7,7 miliar dolar AS yang telah didaftarkan ke BKPM terdiri dari sektor industri logam, properti, dan sektor peternakan.
"Australia merupakan salah satu dari 20 negara maju yang melakukan outward investment terbesar tetapi yang masuk ke Indonesia sedikit. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia hanya menempati urutan ketiga investasi dari Australia, di bawah Singapura dan Malaysia," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (9/5).
Hal itu disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Franky Sibarani saat bertemu dengan Masyarakat Indonesia di Australia, serta Asosiasi of Indonesia Journalis in Australia (AIJA) di Melbourne Australia, Ahad (8/5). Dalam pertemuan tersebut, Franky menyampaikan tujuan kegiatan pemasaran investasi di Australia untuk mendorong masuknya aliran modal dan meningkatkan investasi dari Australia.
Franky menyebutkan, salah satu penyebab dari minimnya investasi Australia adalah masih minimnya informasi tentang potensi dan kebijakan di sektor investasi. Oleh karena itu, BKPM akan bekerjasama dengan Perwakilan RI di Australia untuk menyebarluaskan berbagai perbaikan yang telah dilakukan pemerintah di bidang investasi.
"Salah satu message yang perlu disebarluaskan ke investor Australia adalah perubahan dari rezim perizinan menjadi rezim pelayanan," ujarnya.
Menurut Franky, investor Australia juga sudah mulai memanfaatkan layanan izin 3 jam, sebagai terobosan terbaru kemudahan investasi di Indonesia. Dia menyebutkan salah satu perusahaan Australia di bidang telekomunikasi melakukan perluasan investasi senilai 13,5 Juta dolar AS dan memanfaatkan layanan izin 3 Jam.
"Kami juga berharap pengalaman investor tersebut dapat menjadi bukti kepada investor Australia lainnya untuk merasakan sendiri reformasi kebijakan dan layanan investasi yang sudah dilakukan pemerintah," kata Franky.
Franky berharap, perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dapat bersama-sama disampaikan oleh jurnalis maupun masyarakat Indonesia di Australia. "Kita harus bersama-sama menginformasikan hal ini, tidak bisa pemerintah sendirian. Dengan demikian diharapkan masuknya investasi dari Australia dapat berdampak positif bagi pembangunan bangsa," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema, menyatakan kesiapan perwakilan RI di Australia untuk menyebarluaskan informasi tentang perbaikan layanan investasi yang sudah dikerjakan pemerintah.
"Kita bersama BKPM akan mendiseminasikan perubahan yang sudah dilakukan. Salah satunya dengan acara Business Forum yang akan digelar hari ini," ujar Nadjib.