Senin 15 Feb 2016 13:56 WIB

Presiden Jokowi Diminta Tolak TPP

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nur Aini
Perwakilan 12 negara yang terlibat dalam Trans Pacific Partnership (TPP) di Atlanta, negara bagian Georgia, Amerika Serikat.
Perwakilan 12 negara yang terlibat dalam Trans Pacific Partnership (TPP) di Atlanta, negara bagian Georgia, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi masyarakat sipil Indonesia seperti Indonesia for Global Justice (IGJ), Indonesia Human Right for Social Justice (IHS), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Koalisi untuk Obat Murah (KOM), Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI),dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) menyuarakan penolakannya terhadap Trans-Pasific Partnership (TPP).

Research and Knowledge Management Manager dari Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti, mengatakan, keberadaan TPP hanya akan menjadi ancaman bagi agenda prioritas pembangunan nasional yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Ia menerangkan, ada tujuh poin dampak TPP bagi agenda pembangunan nasional, pertama, ketentuan larangan kandungan lokal dalam TPP akan menghambat agenda hilirisasi industri dalam rencana peningkatan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kedua, ia katakan, standar TRIPs-Plus dalam TPP akan melemahkan peran industri farmasi nasional dan semakin menjauhi akses masyarakat terhadap obat murah. Ketiga, ketentuan bab BUMN dalam TPP akan menggagalkan peta jalan BUMN yang digagas pemerintah.

Keempat, ketentuan regulatory coherence dalam TPP akan melanggengkan kesenjangan ekonomi dan bertentangan dengan pencapaian 17 agenda pembangunan yang berkelanjutan. Kelima, pembukaan akses pasar barang dalam TPP akan mematikan sektor usaha mikro Indonesia. Keenam, ketentuan perlindungan varietas tanaman dan paten di dalam TPP akan menghilangkan kedaulatan petani Indonesia terhadap benih. Ketujuh, ketentuan perlindungan investasi di dalam TPP akan mendorong negara di bawah kontrol korporasi multinasional.

Ia menilai, Presiden Jokowi seharusnya tidak mendorong Indonesia masuk ke dalam TPP. Apalagi setelah penandatanganan pada 4 Februari 2016 hingga saat ini perjanjian TPP belum diratifikasi oleh ke-12 negara anggotanya, dan juga belum berlaku serta mengikat.

Ia menambahkan, penolakan masyarakat terhadap TPP di 12 negara anggotanya menyebabkan proses ratifikasi belum terlaksana. Bahkan, di AS sendiri, ia katakan, anggota Kongres AS berposisi tidak melakukan ratifikasi terhadap TPP karena perjanjian ini dianggap bermasalah.

"Kami mendesak Presiden Jokowi dalam pertemuan US-Asean Summit pada 15-16 Februari untuk tidak membuat komitmen apapun terkait TPP, menolak keras desakan Barrack Obama untuk bergabung ke TPP,"ujarnya di Kantor IGJ, Jalan Duren Tiga Raya, Jakarta Selatan, Senin (15/2).

Ia meminta, presiden untuk lebih fokus pada bentuk kerja sama yang mampu mendorong dan mendukung tujuan pembangunan nasional Indonesia, khususnya penguatan perekonomian rakyat kecil seperti petani, nelayan, pedagang kecil, informal, dan perempuan usaha kecil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement