Rabu 20 Jan 2016 17:59 WIB

PLN: Program 35 Ribu MW Suatu Keharusan

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Maman Sudiaman
Petugas sedang melakukan pengecekan saat pemasangan trafo Interbus 500 Mega Volt Ampere (MVA) baru di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET), Balaraja, Tangerang, .  (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petugas sedang melakukan pengecekan saat pemasangan trafo Interbus 500 Mega Volt Ampere (MVA) baru di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET), Balaraja, Tangerang, . (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Perencanaan Korporat PT PLN (Persero), Nicke Widyawati mengatakan, program pembangkit 35 ribu mega watt (MW) merupakan sebuah keharusan. Alasannya, kapasitas terpasang yang ada saat ini baru dapat memenuhi kebutuhan listrik sebesar 84 persen.

Angka tersebut, ia katakan, masih rendah jika dibandingkan negara lain semisal Singapura (100 persen), Brunei (99,7 persen), Thailand (99,3 persen), Malaysia ( (99 persen), dan Vietnam (98 persen).

Ia menjelaska ihwal kondisi konsumsi listrik per kapita negara-negara di Asia pada 2014. Menurutnya Indonesia yang memiliki konsumsi listrik per kapita 0,8 mega watt per hour (MWh( juga masih tertinggal dibandingkan negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Indonesia hanya sejajar dengan India dan sedikit lebih unggul dibandingkan Pakistan dan Filipina. (Baca juga :PLN: Kelistrikan Strategis dalam Pembangunan Bangsa)

"Untuk pertahankan 0,8 MWh saja kita harus tambah kapasitas," katanya dalam press briefing di Kantor Pusat PLN, Jakarta Selatan, Rabu (20/1).

Mengenai tarif listrik termahal di kawasan Asean, ia menyatakan, Singapura-lah yang menjadi negara dengan tarif listrik termahal. "Projek sampai 2019 ialah 42.950 MW, dengan 402 pembangkit. Sebetulnya target internal kami janji ke pemerintah 10 ribu Mw tahun ini atau total 15.533 MW dengan 37 proyek," ungkapnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement