Selasa 01 Dec 2015 21:55 WIB

Perumnas Bisa Jalankan Fungsi Badan Properti Manajemen

Dirjen Pembiayaan Perumahan Kemenpupr Maurin Sitorus (tengah) bersama Dirjen Penyediaan Perumahan Syarif Burhanudin (kanan) tampil dalam diskusi interaktif di Jakarta, Ahad (29/11).  (Republika/Tahta Aidilla)
Dirjen Pembiayaan Perumahan Kemenpupr Maurin Sitorus (tengah) bersama Dirjen Penyediaan Perumahan Syarif Burhanudin (kanan) tampil dalam diskusi interaktif di Jakarta, Ahad (29/11). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembentukan semacam badan properti manajemen menjadi kebutuhan mendesak saat ini agar dapat menjalankan fungsi pengawasan lebih tinggi disektor properti. 

Pembentukan lembaga seperti itu sebenarnya sudah bisa dijalankan oleh lembaga yang ada seperti Perumnas. Hal ini merupakan penegasan sesuai dengan undang undang no 20 tahun 2011 tentang rumah susun dan PP 83 tahun 2015 yang mengatur peran Perumnas sebagai pengelola bangunan yang menjadi aset milik pemerintah. "Antara kedua aturan itu sudah klop," kata Direktur Jenderal Penyediaan perumahan Syarif Burhanuddin, Ahad (28/11) di sela  pameran Infrastruktur dan perumahan untuk Rakyat dalam rangka Hari Bakti kementerian PU PR ke-70.

Pihaknya berharap lembaga itu bisa bekerja secepatnya akhir tahun ini. Tugas badan itu antara lain dapat membeli atau mengucurkan dana talangan untuk membeli bangunan yang belum terjual. Badan ini juga bisa mengelola rumah susun, termasuk penjualan rusunami. 

Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah menargetkan pembangunan 1 juta rumah bagi masyarakat luas setiap tahunnya. Program ini perlu didukung semua pihak termasuk pemda dan pengembang agar target pembangunan 6 juta rumah terwujud di akhir pemerintahan empat tahun mendatang. 

Selama ini masalah perumahan rakyat masih menghadapi sejumlah kendala serius yang tidak mudah diselesaikan. Seperti masalah tanah yang terus naik tidak terkendali, perijinan yang mencapai 42 jenis, kredit konstruksi yang perlu ditekan agar harga rumah bisa turun, serta harga bangunan yang terus naik mengikuti nilai tukar rupiah terhadap dolar. 

Hal itu membuat harga rumah sulit dikendalikan. Pihaknya menyadari kenaikan harga rumah antara 5 hingga 6 persen di pulau Jawa adalah wajar guna merangsang industri perumahan agar tumbuh.

Sedangkan Dirjen Pembiayaan Perumahan, Maurin Sitorus menyebutkan kendala yang dihadapi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) karena uang muka yang terlampau besar atau cicilan yang memberatkan.  Karena itu pengembang agar penjualan rumah bagi MBR dibebaskan dari pajak penjualan, termasuk memangkas perijinan. "Kami  mengupayakan agar perijinan bisa dipangkas sampai 8 saja," katanya. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement