Rabu 07 Oct 2015 22:12 WIB

Minim Jumlah Tenaga Konstruksi Bersertifikat di Indonesia

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja sedang menyelesaikan proyek infrastruktur dikawasan Kuningan,Jakarta, Selasa (7/7).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja sedang menyelesaikan proyek infrastruktur dikawasan Kuningan,Jakarta, Selasa (7/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah ingin terus meningkatkan daya saing pasar konstruksi nasional. Tujuannya agar Indonesia makin diperhitungkan dalam Liberalisasi Perdagangan Barang dan Jasa Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di akhir 2015.  

"Berdasarkan hasil penilaian oleh The Global Competitiveness Report (Word Economic Forum), Indeks daya saing infrastruktur Indonesia setiap tahun posisinya meningkat," kata Direktur Jenderal  (Dirjen) Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat (Kemenepupera) Yuzid Toyib di Jakarta, Rabu (7/10).

Ia menerangkan, pada 2013-2014 posisi Indeks daya saing global Indonesia berada di posisi 38 dan pada tahun 2014 – 2015 meningkat pada posisi 34. Sedangkan untuk indeks daya saing infrastruktur, Indonesia pada 2013-2014 menempati posisi 82 dan pada 2014-2015 naik tangga ke posisi 72.

Saat ini, lanjut dia, posisi Indonesia di tingkat pasar konstruksi asia menempati peringkat keempat setelah China, Jepang dan India. Sejumlah upaya peningkatan daya saing akan membuat Indonesia nantinya masuk peringkat atas dunia.

Meski sudah berdiri di posisi yang cukup baik, Indonesia menghadapi beberapa tantangan yang mesti diantisipasi. Tantangan tersebut di antaranya membangun sinergi pada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN). "Sekarang lembaga ini sudah bersatu," katanya.

Hambatan lain yakni sumber daya manusia (SDM) dan peralatan yang usianya sudah cukup tua perlu diprioritaskan. Dari 7,2 juta tenaga konstruksi yang dimiliki, hanya 5 persen nya yang baru bersertifikat. Terkait dengan hal ini maka pemerintah akan bekerja sama dengan perushaan kontruksi besar untuk mencetak tenaga konstruksi yang terampil, ahli dan utama serta dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat keahlian.

Di sisi lain, Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK), lanjut dia, juga sudah banyak yang masuk Indonesia. Oleh karena itu, kehadirannya perlu dibatasi. Kemenpupera telah melakukan langkah antisipasi dengan bekerjasama dengan ASEAN terkait dengan kesetaraan sertifikasi.

Data LPJKN menyebut, tenaga kerja konstruksi tidak kalah dengan pihak Asing. Bedanya, SDM Indonesia berjumlah  lima persen dari total 7,2 juta tenaga konstruksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement