REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah pemerintah meningkatkan alokasi anggaran di RAPBN 2016 untuk infrastruktur, kesehatan dan dana transfer daerah dan desa dinilai belum cukup untuk mendorong laju perekonomian. Pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Susanto mengatakan pemerintah perlu mengambil langkah tambahan untuk memastikan RAPBN 2016 dapat berperan sebagai stimulus ekonomi.
Di antara langkah itu kata Akhmad yakni dengan meningkatkan produktivitas belanja melalui pengurangan sumber-sumber kebocoran anggaran dan pengurangan kegiatan yang bersifat konsumtif. “Kemudian juga perlu memastikan masalah klasik seperti penyerapan anggaran itu tidak terulang lagi,” kata Akhmad dalam diskusi dengan tema Mengoptimalkan Peran APBN Sebagai Stimulus Ekonomi.
Kata Akhmad pengalaman selama satu tahun terakhir telah memberikan pelajaran bongkar pasang Kementrian/Lembaga serta perubahan nomenklatur pemerintah telah menghambat realisasi program kerja dan penyerapan negara. Hal ini tercermin dengan realisasi belanja negara hingga akhir semester I 2015 yang baru mencapai Rp 773,9 triliun atau hanya 39 persen.
Ini lebih rendah dari realisasi belanja pada semester yang sama tahun sebelunya sebesar Rp 779,9 triliun atau 41,6 persen. “Kemudian Pemerintah pusat pun harus melakukan pembinaan dan pengawasan lebih intensif terhadap pemerintahan daerahm khususnya dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran,” tuturnya.
Menurutnya sinergitas antara kebijakan fiskal dan non fiskal menjadi kunci penting dalam mengatasi berbagai masalah perekonomian nasional.