Kamis 27 Aug 2015 21:34 WIB

Rupiah Kembali Menguat di Bawah Rp 14 Ribu

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami sedikit penguatan di bawah Rp 14.000. Berdasarkan Bloomberg Dollar Index, rupiah ditutup di menguat level Rp 13.990 per dolar AS pada Kamis (27/8), dibandingkan penutupan Rabu (26/8) di level Rp 14.133 per dolar AS, menguat 1,01 persen atau 143 poin.

Sedangkan menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah justru semakin melemah di level Rp 14.128 pada Kamis atau melemah 26 poin dibandingkan Rabu di level Rp 14.102 per dolar AS.

Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto mengatakan, penguatan hari ini karena ada faktor intervensi dari Bank Indonesia. Dikhawatirkan, jika nilai tukar melemah terlalu tajam akan semakin menyebabkan kepanikan pelaku pasar.

Menurutnya, saat ini sudah ada koordinasi antara pemerintah dengan Bank Indonesia. "Pemerintah melalui program buyback untuk menstabilkan di pasar saham, Bank Indonesia melakukan intervensi untuk menjaga stabilnya nilai tukar rupiah," jelasnya saat dihubungi Republika, Kamis (27/8).

Rully memperkirakan, ke depan risiko tekanan terhadap nilai tukar masih cukup besar. Terutama gejolak pasar saham di Cina yang fluktitasinya masih akan cukup tinggi, sehari bisa naik turun di kisaran 5-8 persen.

Selain itu, Bank Sentral AS (the Fed) diperkirakan masih akan menunda kenaikan suku bung acuan Fed Fund Rate (FFR). "Sinyalnya seperti itu, ini menambah ketidakpastian, sampai akhir tahun masih akan volatile terus," imbuhnya.

Menurutnya, kemungkinan rupiah melemah terus masih tetap ada, namun diperkirakan tidak sampai Rp 14.500 per dolar. "Kemungkinan masih ada tapi harus hati-hati, karena intervensi akan menggerus cadangan devisa," tukasnya.

Saat ini, sentimen pasar terhadap perekonomian domestik masih agak panik. Sebab, pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua masih melambat. Sentimen pasar masih harus tetap dijaga, karena secara fundamental pasar mengharapkan perekonomian Indonesia akan lebih baik. Untuk menjaga agar sentimen positif, lanjutnya, mau tidak mau kondisi ekonomi di kuartal ketiga dan keempat harus lebih baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement