Senin 17 Aug 2015 13:44 WIB

Berbagai Faktor tak Menguntungkan Terjadi di Dunia Perbankan Tahun ini

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Sebuah stiker keikutsertaan menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tertempel di pintu masuk salah satu bank di Jakarta, Rabu (24/6).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sebuah stiker keikutsertaan menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tertempel di pintu masuk salah satu bank di Jakarta, Rabu (24/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan risiko industri perbankan Indonesia mengalami penurunan. Hal itu tercermin dari Indeks Stabilitas Perbankan (Banking Stability Index, BSI) LPS pada bulan Juni 2015 yang menurun sebesar 29 bps dari periode Mei 2015 sebesar 100,30 menjadi 100,01.

Ekonom LPS, Agus Afiantara, mengatakan, penurunan BSI disebabkan oleh penurunan pada semua komponen sub indeks, yakni CP (Credit Pressure) turun sebesar 49 bps, IP (Interbank Pressure) turun sebesar 21 bps dan MP (Market Pressure) turun sebesar 3 bps. “Sesuai kategori skala observasi Crisis Management Protocol (CMP), angka BSI saat ini masih berada pada kondisi normal,” ujar dia dalam Laporan Perekonomian dan Perbankan Periode Juli 2015, pekan lalu.

Laporan tersebut menyatakan likuiditas perbankan cenderung mengalami sedikit tekanan. Hal itu tercermin dari rasio kredit terhadap DPK atau loan to deposit ratio (LDR) yang naik dari 87,58 persen pada Maret 2015 menjadi 87,94 persen pada April 2015. Meskipun pada April 2015 tengah terjadi tren perlambatan penyaluran kredit perbankan, namun laju pengumpulan DPK terlihat turun lebih cepat.

Agus Afiantara menyebutkan, berbagai faktor yang kurang menguntungkan mulai dari pelambatan pertumbuhan kredit, sumber daya yang tidak optimal, tingginya biaya dana serta kenaikan NPL menimbulkan tekanan pada tingkat profitabilitas perbankan. Pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga pada empat bulan pertama 2015 dinilai masih belum memperlihatkan peningkatan yang berarti.

Perlambatan di periode April 2015 bukan saja dialami oleh penyaluran kredit, lanjutnya, tetapi juga dialami oleh penghimpunan dana pihak ketiga. Menurunnya money supply dari aktivitas neraca perdagangan diperkirakan mulai memberikan dampak yang tidak kecil terhadap kinerja industri perbankan. Pertumbuhan kredit sebesar 10,4 persen merupakan yang terendah sejak April 2010.

“Tekanan terhadap kinerja perbankan bukan hanya berasal dari melambatnya pertumbuhan kredit, tetapi juga dari potensi kenaikan jumlah kredit bermasalah,” ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement