REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi bergerak melemah sebesar 140 poin menjadi Rp 13.747 dibandingkan posisi sebelumnya sebesar Rp 13.607 per dolar AS. Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Rabu (12/8), mengatakan nilai tukar rupiah mengalami tekanan ke level terlemah baru semenjak 17 tahun terakhir.
Mata uang domestik terkena dampak buruk dari kebijakan Pemerintah Cina yang melakukan devaluasi mata uang yuan. "Posisi Indonesia sebagai salah satu rekan dagang utama Cina dan eksportir komoditas akan membuat prospek perekonomian secara keseluruhan terkena dampak buruk akibat kebijakan Pemerintah Cina," katanya.
Ia mengemukakan, devaluasi yuan itu dilakukan untuk mendongkrak tingkat kompetisi barang ekspor Cina yang terus tergerus, karena sejak 2011 pertumbuhan tahunan ekspor Cina secara konsisten melambat, sejalan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). "Akibat devaluasi yuan, hampir seluruh mata uang di Asia-Pasifik melemah cukup tajam bersamaan dengan anjloknya harga komoditas," katanya.
Dari domestik, lanjut dia, pelaku pasar sedang menanti data neraca transaksi berjalan Indonesia yang akan diumumkan pada pekan ini, serta rencana perombakan (reshuffle) kabinet. Secara umum isu negatif masih akan mendominasi pergerakan rupiah dalam jangka menengah.
Analis Pasar Uang Bank Mandiri, Rully Arya Wisnubroto, menambahkan bahwa dari dalam negeri juga belum ada data sentimen ataupun data yang positif untuk menopang mata uang rupiah untuk kembali bergerak ke area positif. "Mulai dari data ekonomi semester kedua 2015 yang melambat hingga maraknya berita mengenai rencana perombakan (reshuffle) Kabinet Kerja, menambah sentimen negatif bagi mata uang domestik," katanya.
Di tengah situasi seperti itu, menurut Rully Arya Wisnubroto, Bank Indonesia juga tidak akan terlalu aktif untuk melakukan intervensi karena dampaknya akan negatif terhadap cadangan devisa Indonesia.