Selasa 08 Apr 2025 10:57 WIB

Rupiah Sentuh Rekor Terendah, Pakar: Alarm Serius bagi Ekonomi Indonesia

Pemerintah dan BI didesak segera merumuskan kebijakan yang redam kepanikan pasar.

Karyawan memantau layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (8/4/2025). IHSG dibuka anjlok 9,19 persen ke level 5.912,06 pada perdagangan Selasa (8/4/2025) di tengah gonjang ganjing penerapan kebijakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung mengambil tindakan tegas berupa trading halt dan penyesuaian batas Auto Rejection Bawah (ARB) demi menjaga stabilitas pasar. Pada pukul 09.00 WIB, BEI menghentikan sementara perdagangan sistem JATS karena IHSG tercatat turun hingga 8 persen. Perdagangan dilanjutkan kembali pada pukul 09.30 WIB tanpa perubahan jadwal.
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan memantau layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (8/4/2025). IHSG dibuka anjlok 9,19 persen ke level 5.912,06 pada perdagangan Selasa (8/4/2025) di tengah gonjang ganjing penerapan kebijakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung mengambil tindakan tegas berupa trading halt dan penyesuaian batas Auto Rejection Bawah (ARB) demi menjaga stabilitas pasar. Pada pukul 09.00 WIB, BEI menghentikan sementara perdagangan sistem JATS karena IHSG tercatat turun hingga 8 persen. Perdagangan dilanjutkan kembali pada pukul 09.30 WIB tanpa perubahan jadwal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan nilai tukar rupiah yang telah mencapai titik terendah sepanjang sejarah, pada Selasa (8/4/2025), kurs rupiah menyentuh Rp 16.846 per dolar AS. Pakar ekonomi dari Universitas Andalas, Syafrudin Karimi, mengatakan seharusnya ini menjadi perhatian utama bagi otoritas moneter dan fiskal Indonesia.

Alih-alih reaktif terhadap gejolak pasar, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) didesak untuk segera merumuskan strategi komunikasi dan kebijakan yang lebih terukur dan tegas guna meredam kepanikan pasar yang semakin meningkat.

Baca Juga

Menurut Karimi, melemahnya rupiah saat ini bukan hanya sekadar imbas dari faktor eksternal seperti penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) atau ketegangan perang dagang global. Lebih dari itu, kondisi ini mencerminkan adanya erosi kepercayaan dari para investor terhadap stabilitas jangka pendek perekonomian domestik.

"Jika tidak segera dijawab dengan kebijakan yang kredibel dan langkah stabilisasi yang konsisten, tekanan terhadap rupiah berpotensi merembet menjadi krisis kepercayaan yang lebih luas," katanya dalam siaran pers, Selasa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement