Selasa 16 Jun 2015 07:29 WIB

Perdagangan Satwa Langka Rambah Dunia Maya

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Satwa langka dan terancam punah beruang madu (Helarctos malayanus) bermain dengan penjaga di Taman Rusa Desa Lamtanjong, Kec. Suka Makmur Kab. Aceh Besar, Jumat (8/3)
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Satwa langka dan terancam punah beruang madu (Helarctos malayanus) bermain dengan penjaga di Taman Rusa Desa Lamtanjong, Kec. Suka Makmur Kab. Aceh Besar, Jumat (8/3)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, kasus perdagangan Tanaman dan Satwa Liar (TSL) yang dilindungi saat ini telah merambah dunia maya. Maraknya keberadaan jejaring sosial yang digandrungi masyarakat pun membuat perdagangan satwa menjadi rawan dan rentan kecolongan.

Makanya, pemerintah ingin mulai bergerak agar penindakannya mampu multi dimensi. "Sepanjang 2014, ada 3.600 iklan di media sosial yang menawarkan satwa liar dengan berbagai macam jenis, ini semakin berat, bisnis ini akan semakin besar dan harus diantisipasi agar bisa dikurangi," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani pada Senin (15/6).

Selama enam bulan di tahun ini pun, kata dia, kasus yang dilaporkan kepada tim penanganan pengaduan kasus lingkungan di kementerian ada sebanyak 280 kasus. Potensi kejahatan satwa liar pun diindikasi semakin beragam dan bertambah. Bahkan, praktik perdagangan ilegal satwa yang dilindungi mencapai peringkat dua kejahatan setelah perdagangan narkoba dengan rata-rata kerugian mencapai Rp 9 triliun per tahun.

Data kementerian kehakiman AS, kata dia, juga melansir nilai perdagangan satwa liar ilegal di asia pasifik senilai Rp 29 Triliun per tahun, dengan Indonesia sebagai negara sumber dan juga dimanfaatkan sebagai titik transit dari Afrika dan Asia Tenggara.

Di samping itu, Berdasarkan United Nations on Environment Programme pada First High Level Comilance and Endorcement Meeting, kejahatan terkait eksploitasi satwa liar saja nilainya 15-20 miliar dolar per tahun. Ia menduduki posisi terbesar keempat setelah perdagangan obat terlarang, perdagangan manusia, dan perdagangan senjata.

Karenanya penegakkan hukum multidoors harus diseriusi. Entah dalam bentuk inpres atau produk hukum lainnya yang disepakati. Di mana pada intinya, semua sepakat untuk memperkuat penegakkan hukum dengan menguatkan peraturan perundang-undangan. "Revisi UU no 5 tahun 1990 tentang konservasi SDA dan Ekosistem rencananya akan direvisi, target kita revisi rampung di 2016," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement