Rabu 08 May 2024 18:42 WIB

Kemenperin Nilai Keputusan Bata Tutup Pabrik Kurang Tepat

Perusahaan berpendapat, fokus pada bisnis retail penting untuk dilakukan.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja di pabrik Sepatu Bata sedang beraktivitas. (Ilustrasi)
Foto: ist
Pekerja di pabrik Sepatu Bata sedang beraktivitas. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah bertemu dengan manajemen PT Sepatu Bata Tbk terkait isu penutupan pabrik Sepatu Bata di Purwakarta. Dalam pertemuan itu, manajemen Bata diwakili oleh para direksi yaitu Hatta Tutuko, Ahmad Danial, dan Prima Andhika Irawati yang diterima oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dan Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Adie Rochmanto Pandiangan.

Dari hasil dialog terungkap, keputusan penutupan lini manufaktur atau produksi oleh manajemen Sepatu Bata berkaitan dengan strategi bisnis yang dilakukan dalam rangka refocusing pada lini penjualannya. Itu merupakan langkah perusahaan guna menghadapi persaingan industri sepatu di dalam negeri. 

Baca Juga

"Direksi menyampaikan, dalam rangka efisiensi dan memperhatikan tren pasar yang cepat dan bervariasi, maka PT Sepatu Bata Tbk fokus pada pengembangan produk. Juga desain yang memenuhi selera pasar,” ujar Adie dalam pertemuan yang berlangsung Rabu (8/5/2024).

PT Sepatu Bata Tbk menyampaikan, pabrik Purwakarta sebenarnya hanya bagian kecil dari keseluruhan bisnis perusahaan. Demikian juga dari sisi produksi, masih sangat kecil jika dibandingkan dengan produsen sepatu lainnya. Karenanya, menurut manajemen, penutupan pabrik Purwakarta merupakan langkah paling realistis.

Perusahaan berpendapat, fokus pada bisnis retail penting untuk dilakukan dalam rangka mengembalikan kinerja bisnis dan penjualan yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Adie menyampaikan, PT Sepatu Bata Tbk berjanji strategi bisnis ini tetap menjamin produk yang dijual masih bersumber dari produsen dalam negeri yang selama ini bekerja sama dengan mereka, seperti PT Prestasi Ide Jaya dan enam pabrik lainnya. 

Diharapkan, strategi ini dapat meningkatkan penjualan, yang pada gilirannya akan meningkatkan juga produksi di tujuh pabrik tersebut. Melalui strategi itu, meskipun terjadi penutupan pabrik, jumlah sepatu produksi dalam negeri yang dipasarkan oleh PT Sepatu Bata Tbk secara agregat tetap sama dan bahkan akan ditingkatkan. 

Selain itu, pekerja di usia produktif yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan dialihkan ke pabrik sepatu lain di sekitar Purwakarta.

Kemenperin menanggapi, langkah yang diambil oleh PT Sepatu Bata Tbk tersebut sebenarnya dianggap kurang tepat, karena saat ini kondisi industri sepatu nasional tumbuh terus dengan kebijakan pengendalian terhadap impor barang jadi (konsumsi) dan jaminan bahan baku.

Maka, Kemenperin berharap setelah kondisi perusahaan membaik, suatu saat perusahaan bisa membuka kembali pabriknya di Indonesia dengan kapasitas lebih besar. Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan Sepatu Bata menutup pabriknya di Purwakarta karena inefisiensi produksi dan produk yang tidak memenuhi selera konsumen, sehingga memilih untuk lebih fokus pada lini bisnis ritel.

“Dari data yang ada, pabrik Sepatu Bata sebelum penutupan hanya menyisakan 233 orang karyawan dan produksi yang hanya 30 persen dari kapasitas. Di sisi lain terjadi juga penurunan produksi di pabrik tersebut, dari sebelumnya 3,5 juta pasang pada tahun 2018, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023," kata Adie.

Dampaknya, lanjut dia, Sepatu Bata mengalami peningkatan kerugian setiap tahun. Lalu terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas yang terus meningkat.

Direktur ITKAK Kemenperin juga mengungkapkan, penjualan Bata melalui toko-toko yang dimilikinya dalam dua tahun terakhir cenderung mengalami perbaikan. Manajemen menyampaikan bahwa merek di bawah naungan PT Sepatu Bata Tbk seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenner masih berada di hati konsumen serta preferensi yang cukup baik di mata konsumen.

“Kami melihat strategi ini penting bagi perusahaan, seperti halnya merek-merek besar sepatu global yang berfokus pada pengembangan produk dan merek," katanya. Ditambahkan, Pemberlakuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk barang konsumsi alas kaki sesuai Permendag 36/2023 berikut perubahannya diharapkan akan melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor, sehingga penjualan produk dalam negeri akan terus tumbuh. 

Untuk PT Sepatu Bata Tbk, kata dia, pemerintah juga terus mendorong agar meningkatkan ekspor dari hasil produksi dalam negeri sebagai bagian dari rantai pasok global merek Bata bersama afiliasinya di luar negeri. Adie menegaskan, kebijakan lartas yang diterapkan oleh Pemerintah seharusnya dianggap sebagai angin segar bagi industri dalam negeri untuk terus meningkatkan produksinya.

Terbukti, kinerja industri kulit dan alas kaki pada kuartal I 2024 mengalami peningkatan, ditunjukkan oleh pertubuhan sebesar 5,9 persen year on year yoy, peningkatan ekspor sebesar 0,95 persen, dan penurunan impor hingga 1,38 persen yoy. Lalu kinerja Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang terus mengalami kenaikan secara berturut-turut mulai November 2023 hingga Februari 2024. 

“Hal ini menunjukkan impor yang mengalami penurunan. Disubstitusi oleh industri dalam negeri ditandai dengan konsumsi dan nilai tambah yang mengalami peningkatan dengan kenaikan PDB,” jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement