Kamis 04 Jun 2015 23:58 WIB

Duh, Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah tak Membaik

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis memberi paparan mengenai kinerja BPK di hadapan anggota DPR pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/4).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis memberi paparan mengenai kinerja BPK di hadapan anggota DPR pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tak juga meningkat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap LKPP 2014  atau sama dengan opini yang diberikan atas LKPP Tahun 2013.

Ketua BPK Harry Azhar Azis menyebutkan bahwa selama tahun 2014 pemerintah sebenarnya telah memperbaiki permasalahan yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan tahun 2013.

Namun, tindak lanjut pemerintah belum sepenuhnya efektif untuk menyelesaikan permasalahan yaitu terkait suspen serta selisih catatan dan fisik SAL (Saldo Anggaran Lebih).  "Sehingga permasalahan tersebut masih terjadi pada Pemeriksaan LKPP Tahun 2014," kata Harry Azhar di Gedung DPR RI, Kamis (6/4).

Ada empat permasalahan yang ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPP Tahun 2014 yang menjadi pengecualian. Pertama yakni pencatatan mutasi Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp2,78 triliun yang tidak dapat dijelaskan oleh pemerintah.

Kemudian permasalahan utang kepada pihak ketiga di tiga kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp1,21 triliun yang tidak dapat ditelusuri dan tidak didukung dokumen yang memadai. Ketiga K/L itu adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika sebesar Rp1,12 triliun, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia Rp59,12 miliar dan BP Batam sebesar Rp23,33 miliar.

 "Data yang tersedia tidak memungkinkan BPK melaksanakan prosedur pemeriksaan yang memadai," ucap Harry.

Harry menambahkan permasalahan yang ketiga yakni mengenai permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk Sisa Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp5,14 triliun. Ini membuat penyajian catatan dan fisik SAL tersebut tidak akurat. Sedangkan yang keempat adalah pemerintah belum  memiliki mekanisme pengelolaan dan pelaporan tuntutan hukum.

“Empat permasalahan tersebut harus menjadi perhatian pemerintah untuk mengambil langkah-langkah perbaikan agar ke depan tidak menjadi temuan berulang," pesan Harry.

Dari 87 laporan K/L pada LKPP 2014 ini, ada 62 K/L yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Jumlah tersebut mengalami penurunan karena pada tahun 2013 ada 65 K/L yang mendapat WTP. Salah satu kementerian yang kualitas laporannya menurun adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement