REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perbankan lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi kredit. Hal tersebut membuat pertumbuhan kredit hingga Agustus 2014 tercatat melambat.
Berdasarkan data OJK, pertumbuhan kredit hingga Agustus 2014 hanya sebesar 5,91 persen ytd menjadi Rp 3.634,1 triliun. Padahal secara musiman pertumbuhan kredit ytd pada triwulan III mencapai 8-9 persen.
Deputi Komisioner Pengawasan Bank 3 OJK Irwan Lubis mengatakan, perlambatan pertumbuhan kredit disebabkan bank yang lebih hati-hati dalam melakukan ekspansi. "Ada beberapa faktor yang diperhitungkan seprti fundamental ekonomi, belanja pemerintah, dan rencana kenaikan BBM," ujar Irwan, Kamis (16/10). Sentimen pasar seperti kondisi politik juga mempengaruhi perilaku bank dalam menyalurkan kredit.
Selain itu, debitur juga banyak yang belum menarik kreditnya. "Sudah dikasih plafon. Malah beberapa debitur menahan. Tidak melakukan penarikan," ujarnya. Hal itu disebabkan nasabah yang masih melihat kondisi ekonomi.
Irwan juga memprediksikan banyak perbankan yang target kredit dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) tidak tercapai. Padahal bank telah melakukan revisi pertumbuhan kredit dalam RBB tersebut. Melesetnya pencapaian dari target diprediksikan terjadi pada bank BUKU 3 dan 4.
Kendati demikian, OJK optimistis intermediasi masih berjalan. Alat likuid bank masih tercatat baik. Hingga Agustus, aset likuid terhadap DPK tercatat 17,53 persen. Rasio LDR pun tercatat membaik menjadi 90,63 persen dari 92,19 persen pada Juli. Perbaikan likuiditas disebabkan adanya belanja fiskal dari pemerintah. OJK berharap Pemerintah baru memberikan stabilitas sehingga memberikan ruang bagi bank untuk bergerak lebih cepat.
Survei Perbankan Bank Indonesia (BI) menunjukan pertumbuhan kredit baru pada triwulan III-2014 mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada semua jenis sektor, yakni kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja.