Selasa 17 Jun 2025 21:09 WIB

Penurunan Suku Bunga The Fed Bisa Buka Ruang Penguatan Rupiah

Donald Trump mendesak The Fed untuk segera menurunkan suku bunga.

Petugas menyiapkan uang rupiah.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Petugas menyiapkan uang rupiah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, memandang bahwa potensi pemangkasan suku bunga acuan The Fed atau Fed Funds Rate (FFR) akan membuka ruang bagi penguatan rupiah meski masih dibayangi oleh meningkatnya tensi geopolitik.

"Seharusnya itu (pemangkasan FFR) juga bisa menjadi salah satu faktor pendorong pada rupiah, dalam artian itu yang bisa mendorong rupiah bisa berada kembali di bawah level Rp 16.300-an (per dolar AS) atau mungkin antara Rp 16.200–Rp 16.300 sampai dua pekan ke depan," kata Fikri di Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Baca Juga

Di tengah konflik Iran–Israel yang tengah berlangsung, Fikri menilai bahwa dampak konflik tersebut terhadap nilai tukar rupiah sejauh ini masih terbatas. Pergerakan rupiah saat ini berada pada kisaran Rp 16.200–Rp 16.300-an per dolar AS.

Sementara itu, keputusan Bank Sentral AS atau The Fed pada bulan ini juga perlu dicermati lebih lanjut. Fikri berharap The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar 17–18 Juni 2025 waktu setempat.

Ia mencatat bahwa Presiden AS, Donald Trump, belakangan mendesak The Fed untuk segera menurunkan suku bunga. Selain itu, beredar isu bahwa Ketua The Fed, Jerome Powell, akan diganti. Jika isu tersebut benar, menurut Fikri, penurunan suku bunga bisa menjadi legacy positif bagi Powell sebagai gubernur bank sentral yang pro-pertumbuhan.

Fikri menambahkan, inflasi di AS telah menurun dan seharusnya terefleksi dalam ekspektasi terhadap suku bunga acuan yang lebih rendah. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melemah dan pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda stagnasi.

"Mungkin ini yang harus dilakukan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi mereka di saat risiko inflasi sudah mulai rendah," kata dia.

Fikri memperkirakan bahwa penurunan suku bunga The Fed akan terjadi sebanyak dua hingga tiga kali pada tahun ini, masing-masing sebesar 25 bps, dimulai pada Juni 2025 dan berlanjut satu atau dua kali lagi pada paruh kedua tahun ini.

Berbeda dengan Fikri, Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, memproyeksikan suku bunga The Fed akan tetap bertahan di kisaran 4,25–4,50 persen pada pertemuan FOMC Juni 2025.

Menurutnya, The Fed masih mengantisipasi dampak kebijakan Presiden Trump, terutama dampak kenaikan tarif barang impor terhadap tekanan inflasi di AS. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) AS pada Mei 2025 yang tercatat sebesar 2,4 persen year on year (yoy) dinilai belum cukup kuat sebagai alasan untuk pelonggaran suku bunga.

"Ini yang kemungkinan, kalau saya melihat The Fed masih akan tetap menjaga untuk tetap melakukan kebijakan suku bunga yang stabil di level 4,5 persen," ujar Myrdal saat dihubungi secara terpisah.

Pada pekan ini, sejumlah bank sentral di berbagai negara dijadwalkan menetapkan kebijakan moneternya, tidak hanya BI dan The Fed, melainkan juga Bank of England (BoE), People’s Bank of China (PBoC), dan Bank of Japan (BoJ).

Terkait BoJ, Myrdal menilai bahwa seharusnya terdapat ruang untuk menaikkan suku bunga mengingat volatilitas yen Jepang yang tinggi. Namun, BoJ tampaknya akan mengambil langkah aman dengan mempertahankan suku bunga di level 0,5 persen.

"Kelihatannya mereka ambil aman. Mereka juga ingin mendorong supaya ekonomi Jepang itu tetap tumbuh kondusif, sehingga kelihatannya masih akan menjaga suku bunga BoJ di level sekitar 0,5 persen," kata Myrdal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement