Jumat 31 May 2013 14:19 WIB

Bulog: Diperlukan Rp 350 Miliar untuk Impor Daging

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso
Foto: Republika/Adhi.W
Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog mengungkapkan, untuk mendatangkan kuota tambahan daging sebagai upaya menstabilkan harga di dalam negeri, pihaknya memerlukan dana hingga Rp 350 miliar.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Aliemoso di Jakarta, Jumat (31/5), mengatakan, jika perhitungan harga daging sampai di Indonesia mencapai Rp 60 ribu per kilogram (kg), dana yang dibutuhkan sekitar Rp 210 miliar-Rp 350 miliar.

Menyinggung soal sumber pendanaan untuk melakukan impor daging tersebut, pihaknya tidak khawatir mengenai permodalan karena perbankan siap membantu mengucurkan dana itu.

"Perbankan nasional kita masih percaya kepada Bulog," katanya.

Selain soal pembiayaan, Perum Bulog juga akan menghitung kebutuhan daging sapi impor tambahan daging sapi beku sekitar 3.000-5.000 ton menjelang Ramadhan dan Lebaran agar bisa menekan tingginya harga daging di dalam negeri.

"Saat ini, Pemerintah sedang menghitung kebutuhan agar daging sapi bisa stabil. Kalau perhitungan Bulog, saat ini butuh tambahan impor daging sapi sekita 3.000--5.000 ton jelang bulan puasa dan Lebaran. Namun, ini keputusan pemerintah, semua pemerintah yang menghitung," katanya.

Saat ini, Perum Bulog mendapat tugas mengimpor daging dalam rangka stabilisasi harga daging di dalam negeri dan rencananya akan digunakan untuk operasi pasar, terutama di kawasan Jakarta dan Jawa Barat.

Pada kesempatan itu Sutarto mengatakan bahwa kemungkinan Bulog dalam jangka panjang tidak hanya akan mengimpor daging, tetapi juga bisa mendatangkan sapi bakalan sehingga nilai tambahnya dapat dinikmati di dalam negeri. Bahkan, menurut dia, pihaknya sudah melakukan pembicaraan dengan eksportir peternak Australia dan Selandia Baru tentang kemungkinan mengimpor sapi bakalan dari mereka.

"Jika Bulog ini boleh berbisnis daging sapi, kami sudah buat planning jangka panjang seperti apa. Contohnya Bulog bekerja sama dengan eksportir di sana. Kita membangun feedloter (penggemukan sapi). Australia dan Selandia Baru nanti kita suplai bibit dan bakalan, kita sortir di sini untuk menjaga kepentingan industri," papar Sutarto.

Sutarto menyatakan bahwa bisnis daging memerlukan investasi. Oleh karena itu, kalau dilakukan dalam jangka pendek, tidak akan kembali modalnya. "Kami mengusulkan ini menjadi bagian tugas kita untuk menangani daging secara berkelanjutan atau jangka panjang," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement