REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Pemerintah menawarkan harga renegosiasi gas Tangguh ke Cina hingga 6 dolar AS per million metric british thermal unit (mmbtu). Renegosiasi diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang adil tentang transaksi jual beli gas tangguh.
Kepala BP Migas, Priyono menyatakan, renegosiasi sudah dilakukan pemerintah dengan Cina. “Kami inginkan harganya lebih baik dari harga domestik. Pada kisaran 5 -6 dolar AS per mmbtu. Kalau bisa lebih baik dari itu,” katanya, Rabu (29/5).
Menurutnya penetapan harga gas bukanlah hal yang mudah. “Tidak sama dengan penerapatan harga minyak yang bisa mengikuti patokan ICP. Lagian minyak kan gampang bisa pakai dirigen. Kalau gas kan susah,” katanya.
Menteri Perekonomian, Hatta Radjasa menyatakan, pemimpin kedua negara telah mengangkat masalah ini ketika Presiden RI melawat ke Beijing, Cina beberapa tahun lalu. “Kita sudah melakukan itu. Tahun ini renegosiasinya akan dilakukan,” katanya. Renegosiasi ini dipimpin oleh kantor Menko Perekonomian dan implementasinya akan dibulakukan oleh BP Migas.
Dia menyatakan, harga gas untuk Lapangan Tangguh sejauh ini belum ditentukan. “Semuanya masih direnegosiasi. Formula lazimnya mengikuti patokan ICP kita,” katanya. Saat ini kontrak penjualan gas dari Lapangan Tangguh, Papua, ke pembeli di Fujian, Cina yang diteken pada 2002 tidak menguntungkan Indonesia.
Harga gas ke Cina ditetapkan dengan batas atas harga minyak (ceiling price). Sehingga ketika harga minyak melonjak tinggi, harga jual gas tidak ikut naik. Harga saat ini hanya sebesar 3,5 dolar AS per million metric british thermal unit (mmbtu). Padahal, harga gas di pasar internasional sudah menembus angka 15 dolar AS per mmbtu.
Sebelumnya, Pertamina berani memberikan tawaran yang tinggi agar LNG dari kilang Tangguh tersebut dapat dialihkan pasokannya ke Pertamina. Juru Bicara Pertamina, Mochamad Harun menyatakan, tawaran ini akan menguntungkan pemerintah. Selain mendapatkan harga tawar yang lebih baik, LNG tersebut dapat digunakan oleh PLN terutama di daaerah Medan.
Menurutnya, PLN memerlukan LNG yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi industri di Medan hingga 129 juta kaki kubik per hari. “Kita bisa berikan harga yang lebih kompetitif kepada PLN. Sehingga subsidi energi bisa dikurangi,” ujarnya.