Rabu 15 Feb 2012 03:02 WIB

YLKI: Waspadai Kontrak Awal Kartu Kredit

Kartu kredit, ilustrasi
Foto: loktavia.blogspot.com
Kartu kredit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Anda pengguna kartu kredit? Hati-hati. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menengarai ada aturan awal dalam  kontrak kartu kredit yang merugikan konsumen. "Kebanyakan pengaduan di antaranya konsumen yang dirugikan dari awal kontrak yang kami sebut 'unfair contract' dimana tertulis 'konsumen tunduk pada peraturan yang sudah ada maupun yang akan dibuat di kemudian hari'," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo.

Saat ini mereka sedang melakukan observasi terhadap sejumlah layanan kartu kredit yang beredar di Indonesia. "Kami sedang memeriksa sejumlah laporan yang masuk mengenai permasalahan kartu kredit yang dialami sejumlah konsumen jasa bank pengelola kartu tersebut," ujar Sudaryatmo yang tidak mau menyebutkan sejumlah nama bank penyedia kartu tersebut.

Menurut dia, YLKI sedang mengolah data yang diterima dan melakukan klarifikasi kepada bank terkait selain juga meninjau regulasi, pengaduan dan hal lain yang diperlukan untuk menjadi bahan penilaian.

Selain itu, dia menjelaskan, dalam beberapa kontrak kartu kredit terdapat klausul baku yang menjelaskan konsumen memberi kuasa kepada pihak bank untuk menggunakan data nasabah baik untuk keperluan bank maupun keperluan pihak ketiga. "Itu yang harus diperjelas dan memang pengaduan jasa keuangan dalam tiga tahun terakhir masuk dalam daftar tiga besar," kata Sudaryatmo.

Dia menerangkan, masalah yang diadukan kebanyakan tentang pembobolan kartu kredit, perlindungan kartu kredit terhadap orang yang menyalahgunakan dan hal lain terkait perlindungan bank bagi kartu yang hilang maupun adanya aliran dana yang tidak sah.

Sudaryatmo mengatakan, YLKI akan meluncurkan laporan hasil observasi tersebut pada Maret yang bersamaan dengan Hari Hak Konsumen Dunia yang bertema jasa pelayanan keuangan.

"Memang pengaduan jasa keuangan tidak hanya banyak terjadi di Indonesia melainkan di Malaysia, Hongkong, India dan Amerika Serikat juga tinggi," jelas Sudaryatmo.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement