REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan, pelaku usaha yang diduga berbuat curang dengan menjual beras tidak sesuai standar harus mengganti kerugian yang dialami konsumen. Hal ini menanggapi rencana Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang akan mengumumkan 212 merek ‘nakal’ dalam waktu dekat.
“Kami inginnya pelaku usaha didesak mengganti kerugian konsumen. Bisa dengan banyak cara, misalnya penggantian produk yang sama, atau penggantian berupa materi,” kata Andjani Widya dari Bidang Pendidikan YLKI saat dihubungi Republika, Senin (30/6/2025).
Andjani mengatakan, penggantian kerugian konsumen tersebut dapat dikaji lebih lanjut. Kedua opsi bisa menjadi bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha yang telah melakukan kecurangan dan disinyalir merugikan konsumen. Ia berharap, setelah ratusan merek nakal diumumkan oleh Mentan, konsumen berhak menuntut ganti rugi.
Menurut Andjani, YLKI memandang temuan Kementerian Pertanian merupakan ancaman terhadap hak-hak konsumen. Praktik kecurangan dalam penjualan beras telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU PK) Nomor 8 Tahun 1999, yang menyatakan konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, keamanan produk, dan keadilan bertransaksi.
“Ternyata fakta di lapangan lebih dari 85 persen tidak sesuai standar. Berarti ini mencederai hak-hak konsumen dan benar-benar secara terang merampas hak mereka. Itu membuat kepercayaan publik menurun, terutama terhadap distribusi bahan pokok seperti beras,” jelasnya.
YLKI menilai hal itu telah menyebabkan kerugian ekonomi yang ditanggung konsumen. Kementerian Pertanian mencatat, kerugian ekonomi akibat penyelewengan tersebut mencapai sekitar Rp 99,35 triliun.
“Ini juga bisa menimbulkan potensi kerugian terhadap kesehatan konsumen. Ketika suatu produk tidak sesuai standar, berarti kualitasnya tidak terjamin. Maka, YLKI meminta pemerintah menindak tegas pelaku yang melanggar aturan yang berlaku,” ujarnya.
Lebih lanjut, YLKI meminta Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan pihak-pihak terkait untuk mengembalikan kepercayaan konsumen melalui informasi yang transparan tentang kualitas dan kuantitas beras di pasaran.
Pemerintah juga diminta untuk merevisi UU Perlindungan Konsumen atau melengkapinya dengan regulasi baru yang lebih ketat untuk komoditas esensial seperti bahan pangan. Regulasi yang kuat diharapkan bisa memberi efek jera.
“Kasus seperti ini sudah terlalu sering terjadi. Jadi masalahnya ada pada regulasi. Di atasnya harus diperkuat. Revisi UU PK lebih diarahkan pada bahan pokok seperti beras dan minyak goreng, dengan sanksi yang lebih tegas agar pelaku usaha tidak mengulangi kecurangan,” ujar Andjani.
YLKI juga meminta pemerintah benar-benar mengawasi distribusi secara ketat agar tidak ada oknum yang merugikan konsumen. Sebab, inti dari terjadinya kecurangan ini adalah untuk meraih keuntungan.
Diketahui, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan akan segera mengungkap ratusan merek yang melakukan kecurangan dalam penjualan beras tidak sesuai standar. Hal ini menyusul hasil investigasi mutu dan harga beras di pasaran, yang mengindikasikan potensi kerugian bagi konsumen sebesar Rp 99,35 triliun per tahun.
“Nanti kita umumkan 212 itu. Tunggu saja, sekarang sementara diperiksa,” kata Amran kepada wartawan di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (30/6/2025).
Amran menyatakan, ratusan merek nakal itu akan diumumkan usai pemeriksaan dalam satu atau dua hari ke depan. Pemeriksaan tersebut sebagai bentuk peringatan. Jika para pelaku tidak mengindahkan peringatan dengan mengubah harga, ia menegaskan akan mengumumkannya.
“Tunggu saja, saya umumkan. Kesabarannya tinggal satu dua hari. Mereknya jelas, alamatnya jelas. Saya kasih kesempatan berubah. Tidak berubah harga, aku umumkan,” tegasnya.