REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Perusahaan BUMN didorong untuk melakukan obligasi untuk mendanai bisnisnya, terutama bagi BUMN yang belum melantai di bursa. Langkah ini juga penting dilakukan untuk mengurangi intervensi yang kerap diterima oleh perusahaan BUMN dari stakeholder.
Menteri BUMN, Dahlan Iskan menyatakan, skema obligasi akan membuat perusahaan tersebut menjadi lebih terbuka meskipun statusnya masih perusahaan privat. “Manajemennya akan jauh lebih rapi dan profesional, seperti PLN dan Pertamina,” katanya, Senin (12/12). Langkah ini juga akan mengurangi intimidasi yang kerap didapatkan oleh perusahaan BUMN dari pihak yang merasa berhak atas BUMN, misalnya pihak legislatif atau pihak regulator.
Hal ini didukung oleh Direktur Utama Pertamina, Karena Agustiawan. Dia menyatakan, meskipun pertamina bukanlah perusahaan terbuka, namun terbukti mampu menunjukkan kondisi perusahaan yang sehat dan tidak kalah dengan perusahaan yang telah IPO. “Walau kondisi kami baik, namun intervensi yang kami dapatkan tetap besar,” katanya.
Dia menyatakan, Pertamina bukannya tidak menginginkan IPO. Namun rencana tersebut terus mendapatkan hambatan terutama resistensi publik. Pertamina pun dinilai sangat strategis sehingga memberikan saham perseroan ke publik bukanlah hal yang bijak.
“Selain itu, pola pikir di internal perusahaan sendiri juga belum bekembang. Sehingga sulit untuk merealisasikan rencana ini,” katanya. Bahkan hingga saat ini, rencana IPO anak perusahaan Pertamina Hulu Energi (PHE) belum juga menemukan titik terang. Padahal rencana ini telah diungkapkan sejak Juli 2010.
Oleh karena itu, Pertamina memilih menjadi perusahaan yang setengah publik dengan cara menerbitkan obligasi. Langkah ini merupakan katalisator transformasi dan implementasi Good Corporate Government (GCG) dalam tubuh Pertamina. “Sehingga dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan dan menurunkan biaya yang tidak perlu,” kayanya.
Penerbitan obligasi menuntut Pertamina untuk membayarkan kupon dan melakukan pelaporan kepada pelaku pasar obligasi. “Dengan demikian semuanya akan lebih terbuka dan intervensi dapat diminimalkan,” katanya.
Direktur Utama PT Bahana Securities, Eko Yuliantoro menyatakan, obligasi merupakan akternatif sumber pendanaan yang efisien. Obligasi membuka opsi bagi perusahaan untuk melakukan buy back sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan. Langkah ini sangat cocok untuk pembiayaan jangka panjang minimal 5 tahun dan akan memberikan tingkat bunga yang tetap. Sehingga mengurangi resiko flutuasi tingkat bunga.
“Opsi ini pun tidak memerlukan jaminan. Sehingga perusahaan dapat melakukan efisiensi terhadap asetnya,” katanya. Struktur instrument ini relatif sederhana dan dapat dikombinasikan dengan fitur-fitur keuangan yang lain. Apalagi pasar cenderung memberikan keismewaan bagi perusahaan-perusahaan BUMN.
Hingga Oktober, saldo obligasi korporasi yang diterbitkan BUMN, BUMN, atau afiliasi yang tercatat di bursa mencapai Rp 56 triliun dengan pangsa pasar 44 persen. Pada 2012, BEI telah men catat rencana penerbitan Obligasi Korporasi sekitar Rp 30 triliun. Namun realisasi pada 2012 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan 2011. Sejak 2008-2011 akumulasi emisi obligasi korporasi mencapai Rp 118,7 triliun.