REPUBLIKA.CO.ID,PARIS--International Monetary Fund (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi global menjadi 4,5 persen. Pertumbuhan ini terutama didorong penguatan aktivitas ekonomi beberapa negara maju dan penguatan ekonomi negara berkembang.
Dalam siaran pers, pertemuan negara-negara G20 di Perancis, IMF juga tak menampik target ini akan mendapat sejumlah tantangan. Di negara maju, financial distress di Eropa, ancaman kenaikan inflasi karena naiknya komoditas, dan pengangguran tinggi masih akan menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi.
''Sementara di negara berkembang, gejala overheating juga masih menghantui pertumbuhan ekonomi yang ada,'' ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kementerian Keuangan RI, Yudi Pramadi, Senin (21/2).
Meski demikian, negara anggota G20 tetap yakin komitmen pertumbuhan ekonomi ini akan tercapai. Terutama dengan melakukan kebijakan yang terkoordinasi guna mencapai penguatan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan seimbang.
Guna mengatasi global imbalances, G20 sepakat melakukan penilaian atas imbalances dengan indicative guideline atas sejumlah indikator seperti public debt, fiscal deficit, private saving, private debt, trade balance dan net investment income flow and transfer. Hal ini akan dilakukan melalui dua langkah (2-step process), dengan pembahasan lanjutan di April mendatang.
Sementara untuk daya tahan terhadap krisis, G20 menyepakati program kerja dengan pendekatan pada manajemen capital flow dan global liquidity. Guna mengatasi gangguan pertumbuhan ekonomi akibat kenaikan dan volatilitas harga komoditas, G20 menekankan perlunya investasi jangka panjang pertanian di negara berkembang.
Dalam pertemuan tersebut, negara G20 juga berkomitmen untuk menjalankan Bassel III, sesuai jangka waktu yang disepakati, termasuk rekomendasi FSB atas OTC derivatives dan pengurangan ketergantungan atas rating dari credit rating agency. ''G20 juga mengharapkan rekomendasi FSB atas shadoe banking di pertengahan 2011 dapat menilai risiko dan hubungannya dengan sektor perbankan,'' ujarnya lagi.