REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dipangkas jadi 4,7 persen, berdasarkan Laporan World Economic Outlook edisi April 2025, yang menganalisa dampak penyesuaian tarif Amerika Serikat (AS). Pengamat mewanti-wanti proyeksi tersebut merupakan kekhawatiran yang harus segera ditanggapi dengan lebih serius.
“Pernyataan IMF yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia, mencerminkan kekhawatiran serius terhadap dampak jangka pendek dari ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionis,” ujar Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas Syafruddin Karimi dalam keterangannya, dikutip Kamis (24/4/2025).
Syafruddin mengatakan, ketika Presiden Trump menaikkan tarif secara agresif terhadap hampir seluruh mitra dagangnya, termasuk China, Eropa, dan negara-negara berkembang, pasar global merespons dengan ketidakpastian dan volatilitas tinggi. IMF diketahui memproyeksikan pertumbuhan global 2025 hanya akan mencapai 2,8 persen, yang merupakan tingkat paling rendah sejak pandemi Covid-19.
“Bagi Indonesia, proyeksi turun menjadi di bawah 5 persen menandakan fondasi ekspor dan konsumsi nasional tertekan akibat kombinasi dari perlambatan ekonomi mitra dagang utama, fluktuasi harga komoditas, dan pelemahan daya beli domestik,” ujar Syafruddin.
Ia mengatakan sinyal dari IMF tersebut penting dijadikan sebagai peringatan bahwa Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah strategis. Ia mendorong pemerintah untuk memberikan atensi yang lebih serius agar bisa mengantisipasi proyeksi melambatkan angka pertumbuhan ekonomi nasional.
“Indonesia harus segera mengambil kebijakan penyeimbang, tidak hanya untuk memperkuat ketahanan ekonomi domestik, tetapi juga untuk menyusun ulang strategi dagang dan investasi luar negeri agar lebih adaptif di tengah tekanan global yang terus berubah,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom dari Indef Fadhil Hasan menekankan, proyeksi tersebut merupakan dampak dari akan kemungkinan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi AS dan dunia. Penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen di AS mengakibatkan ekonomi Indonesia turun sebesar 0,2-0,4 persen.
“Ada berbagai jalur dampak dari menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat turunnya pertumbuhan ekonomi Amerika. Pertama perdagangan, 10 persen ekspor Indonesia ke US sementara share ekspor dalam ekonomi Indonesia sebesar 25 persen,” ujar Fadhil.
Kedua, penurunan harga komoditas primer yang merupakan ekspor Indonesia yang signifikan karena melemahnya permintaan. Yang kemudian berakibat pada turunnya penerimaan ekspor dan pemerintah. Ketiga, capital outflows yang mengakibatkan depresiasi nilai tukar rupiah, kenaikan yields obligasi, dan ketatnya likuiditas.
“Keempat, setimen dan spill over effects; sentimen negatif pasar dan keyakinan konsumen membawa dampak negatif bagi pertumbuhan,” terangnya.