Selasa 28 Sep 2010 02:46 WIB

Presiden Gundah Stok Beras Pemerintah Sedikit

Rep: EH Ismail/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Foto: Antara
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkesan gundah dengan keadaan stok beras pemerintah saat ini. Walaupun Angka Ramalan II Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan akan ada surplus beras mencapai 5,6 juta ton di akhir tahun 2010, namun kenyataannya hanya sedikit beras yang dikuasai pemerintah.

Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi, Jusuf Gunawan, mengatakan setiap kesempatan rapat koordinasi bersama para stafnya atau Rapat Kabinet bersama para menteri, Presiden SBY selalu menanyakan tentang kondisi stok pangan pemerintah. ''Setiap kali Presiden pasti tanyakan soal stok pangan, apakah ini Anda simpulkan sebagai kegundahan, ya silahkan nilai sendiri,'' ujar Jusuf kepada Republika, Senin (27/9).

Jusuf menjawab pertanyaan Republika terkait rencana pemerintah mengimpor beras guna memperkuat stok pangan nasional. Dia menjelaskan, sikap Presiden SBY tentang impor beras sudah sangat jelas, yaitu tidak mentabukan impor.

Setiap negara di dunia, lanjut Jusuf, pasti melakukan tindakan yang dinilai perlu untuk menguatkan ketahanan pangan nasionalnya. Bila memang impor beras dipandang sebagai langkah terbaik untuk memperkuat stok pangan yang ada, maka hal itu akan dilakukan atas nama jaminan pemenuhan kebutuhan masyarakatnya. ''Tapi ingat, kalaupun nanti jadi impor maka itu semata untuk cadangan stok pangan. Toh semua negara juga melakukan impor, Cina saja sekarang impor 1 juta ton beras,'' sergahnya.

Dikatakan, masalah beras atau pangan di Indonesia hendaknya dilihat dengan spektrum yang luas. Beras tidak bisa dilihat sebagai komoditas an sich yang tidak terkait dengan aspek lainnya.  ''Karena pangan itu menyangkut kesinambungan sebuah bangsa, punya nilai politik dan stabilitas ekonomi,'' katanya.

Dengan alasan tersebut, pemerintah wajib memberikan jaminan ketersediaan bahan pangan kepada rakyatnya. Jaminan ketersediaan pangan bukan sekadar menyangkut kecukupan jumlah, melainkan juga keterjangkauan harga. ''Beras yang cukup dengan harga yang terjangkau inilah yang dibutuhkan rakyat, karenanya soal impor pasti mempertimbangkan hal-hal seperti ini,'' imbuh Jusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement