REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI), Dradjad H Wibowo, mengatakan pembentukan otoritas jasa keuangan (OJK) harus dilakukan hati-hati. Karena, kata dia, terlalu banyak area abu-abu dalam pembentukan OJK sejak dari dasar hukum pembentukannya.
Solusi masalah pengawasan perbankan bukan dengan pembentukan OJK. ‘’Pembentukan OJK bukan perintah pasal 34 UU BI. Karena di situ hanya disebut rencana pembentukan lembaga pengawas jasa keuangan. Sementara pasal 8 ayat c UU BI menyebutkan tugas BI adalah mengatur dan mengawasi bank. Pasal ini belum pernah dibatalkan,’’ papar Dradjad, Ahad (20/6).
Dalam penjelasan pasal 34 UU BI, tambah dia, dinyatakan bahwa lembaga yang akan dibentuk akan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan BI sebagai bank sentral. Dradjad mengatakan, pembentukan OJK harus dicermati hati-hati dengan mempelajari sejarahnya.
Menurut dia, intervensi International Monetary Fund (IMF) merupakan salah satu catatan dalam sejarah wacana pembentukan OJK. Karena pada 1999, IMF dan lembaga keuangan internasional sangat getol menyuarakan perlunya integrated financial sector supervision.
Hanya, Drajad mengakui pengawasan perbankan memang bermasalah. ‘’Kelemahan bukan pada investigasi penemuan dan diagnosa masalah oleh jajaran di bawah Dewan Gubernur,’’ sergahnya.