REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan bahwa tandan sawit, campuran tebu, dan sekam padi menjadi tiga opsi bahan baku bioetanol yang dinilai tidak berbenturan dengan program ketahanan pangan nasional.
“Kami concern dengan ketahanan pangan, jadi sumber-sumber bioetanol itu kami pilih yang tidak berpotensi tubrukan kepentingan dengan ketahanan pangan,” ujar Kepala Pusat Industri Hijau (PIH) Kemenperin Apit Pria Nugraha dalam seminar Energy Outlook yang digelar di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Apit menjelaskan bahwa tandan sawit dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku bioetanol melalui dua tahap proses. Pemerintah memanfaatkan limbah kelapa sawit, khususnya tandan kosong kelapa sawit (TKKS), sebagai bahan baku bioetanol melalui proses ekstraksi glukosa. Upaya itu dilakukan melalui kerja sama antara Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Agro (BBSPJIA) dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).
Selain itu, kolaborasi juga melibatkan PT Rekayasa Industri dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai mitra strategis BBSPJIA dalam pengembangan teknologi energi terbarukan.
Menurut Apit, tantangan utama dalam pengolahan tandan sawit menjadi bioetanol adalah nilai keekonomiannya. Ia menyampaikan dua alternatif proses, yakni mengirim tandan sawit ke central processing atau mendekatkan lokasi tandan sawit ke fasilitas pengolahan.
“Kalau saya, mending dekatkan tandan sawitnya supaya nanti kalau sudah jadi bioetanol, nilai tambahnya lebih tinggi. Itu contoh opsinya,” kata Apit.
Selain tandan sawit, Kemenperin juga melihat potensi penggunaan campuran tebu maupun sekam padi sebagai bahan baku bioetanol.
“Itu opsi-opsinya yang tidak bertentangan dengan ketahanan pangan. Itu yang kami pilih, memang tidak mudah,” ujar Apit.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan bahwa mandatori bioetanol 10 persen (E10) dapat mulai diterapkan pada 2028 atau lebih cepat. Program E10 merupakan pencampuran bioetanol sebesar 10 persen ke dalam bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan bahwa mandatori bioetanol bertujuan mengurangi ketergantungan impor bensin yang saat ini masih sangat tinggi. Data Kementerian ESDM menunjukkan Indonesia mengimpor 330 juta barel minyak pada 2024, yang terdiri atas 128 juta barel minyak mentah dan 202 juta barel BBM. Adapun produksi minyak nasional pada 2024 berada pada angka 212 juta barel.
Untuk diketahui, Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos! atau dikenal dengan Bobibos sukses mencari perhatian publik sejak diluncurkan di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada awal November lalu. Bobibos disebut oleh penggagasnya memanfaatkan jerami sebagai bahan bakar alternatif.