REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut buka suara terkait dengan rencana redenominasi rupiah. Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Eddy Manindo Harahap mengatakan, wacana redenominasi adalah kebijakan yang sudah lama direncanakan.
Menurut Eddy, saat ini transaksi finansial sudah banyak yang dilakukan di atas level Rp1 juta. "Jadi memang lebih simple untuk melakukan pencatatan," ujar Eddy dalam Media Gathering di Ubud, Bali, Sabtu (15/11/2025).
Eddy menilai, saat ini sejumlah transaksi perdagangan di level ritel pun kerap menyederhanakan tiga angka nol terakhir pada harga produknya. Sehingga, menurutnya, beberapa masyarakat pun secara tidak langsung sudah terbiasa dengan praktik itu.
Menurut Eddy, kebijakan redenominasi juga tidak sama dengan kebijakan sanering atau pemotongan nilai mata uang. Dia mengatakan, redenominasi hanya merupakan penyederhanaan nominal tanpa mengurangi daya belinya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak menyusun strategi teknis redenominasi rupiah. Ia menyatakan kewenangan penuh berada di Bank Indonesia, sementara Kementerian Keuangan hanya menyiapkan kerangka regulasi yang masuk dalam program legislasi.
Purbaya mengatakan redenominasi bukan bagian dari mandat Kemenkeu dan seluruh proses pelaksanaan akan berada di bawah otoritas BI. “Redenominasi itu bukan kewenangan Kementerian Keuangan, nanti Bank Indonesia yang akan menyelenggarakannya,” ujarnya dalam Konferensi Pers Lapor Pak Menkeu di Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Ia menjelaskan pencantuman isu redenominasi dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dilakukan karena Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029 yang disetujui DPR dan BI. “Kami hanya menaruh di situ saja. Konon, ‘strategi Anda apa?’ saya enggak tahu. Bank Sentral yang akan menjalankan itu,” kata Purbaya.
Saat ini RUU Redenominasi menjadi RUU inisiatif pemerintah atas usulan BI dengan target penyelesaian pada 2027. Rencana tersebut juga tercantum dalam PMK Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029 yang memuat empat RUU prioritas, termasuk RUU tentang Perubahan Harga Rupiah.
PMK tersebut mencantumkan sejumlah alasan urgensi pembentukan RUU Redenominasi, seperti peningkatan efisiensi ekonomi, penguatan stabilitas nilai rupiah, menjaga daya beli masyarakat, serta memperbaiki kredibilitas rupiah di tingkat internasional.