REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gerakan Nasional Cerdas Keuangan menunjukkan jangkauan masif dengan lebih dari 200 juta peserta pada Oktober 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, capaian ini penting di tengah meningkatnya ancaman penipuan digital yang kini menimbulkan kerugian triliunan rupiah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara kunci dalam acara Financial Healing, Jumat (14/11/2025). Ia menegaskan program edukasi keuangan nasional ini digerakkan bersama seluruh pelaku industri jasa keuangan untuk memperkuat literasi publik.
Menurut data OJK, Gerakan Nasional Cerdas Keuangan telah melaksanakan 42.121 program edukasi yang menjangkau lebih dari 200 juta peserta atau viewers di seluruh Indonesia. “Tentu saja ini memerlukan orkestrasi dan juga sinergi dan kolaborasi yang terus menerus antara seluruh pemangku kepentingan, termasuk hari ini kerja sama dengan Katadata yang rasanya juga sangat baik selama ini melakukan edukasi dan literasi kepada masyarakat termasuk melalui acara Financial Healing,” ujar Friderica dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu (15/11/2025).
Ia menekankan pentingnya literasi keuangan agar masyarakat mampu mengelola uang secara lebih bijak dan terarah, terutama generasi muda yang diharapkan dapat merencanakan masa depan finansial tanpa pola trial and error. Tantangan terbesar, kata Friderica, ialah maraknya penipuan digital yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan laporan Indonesia Anti-Scam Center per November 2025, total kerugian masyarakat mencapai Rp7,3 triliun dengan lebih dari 323 ribu laporan. “Kalau kita melihat perbandingan dengan negara-negara lain di Anti-Scam Center negara lain, itu mereka satu hari bisa menerima 150-200 laporan. Di kita, sehari kita bisa terima 800-1000 laporan masyarakat yang terkena scam,” kata Friderica.
Modus yang paling banyak dilaporkan adalah penipuan transaksi belanja dengan lebih dari 58 ribu laporan dan kerugian lebih dari Rp1 triliun. Ia juga menyoroti maraknya fake call yang memanfaatkan situasi panik korban, hingga penipuan investasi yang kerap menyasar anak muda dengan iming-iming keuntungan cepat.
“Anak muda sekarang hype dengan, oh yuk berinvestasi dan lain-lain dan sebagainya, tapi alih-alih investasi, ternyata mereka malah masuk kepada investasi bodong,” ungkap Friderica.
Ia menegaskan perlindungan konsumen menjadi pekerjaan rumah besar bagi OJK di tengah eskalasi ancaman keuangan digital. Namun kewaspadaan publik tetap krusial. Masyarakat, kata dia, harus mampu membentengi diri agar tidak terjebak jebakan scam atau investasi ilegal.