REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengizinkan pemerintah daerah (pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk berutang ke pemerintah pusat. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat.
Dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa peraturan ini mengatur pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat kepada pemda, BUMN, dan BUMD. Namun, Pasal 2 ayat (2) PP 38/2025 mengecualikan ketentuan mengenai pinjaman terkait tata cara pengadaan dan penerusan pinjaman dalam negeri oleh pemerintah, tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah, serta pembiayaan proyek melalui penerbitan surat berharga syariah negara.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
“Pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat dilaksanakan berdasarkan prinsip transparansi, manfaat, akuntabilitas, efisien dan efektif, serta kehati-hatian,” bunyi Pasal 3 PP Nomor 38/2025.
Pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat bertujuan untuk mendukung kegiatan infrastruktur, penyediaan atau pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri, pembiayaan sektor ekonomi produktif atau modal kerja, dan/atau program pembangunan lain yang sesuai dengan kebijakan strategis pemerintah pusat.
Pasal 5 menyebutkan bahwa pemberian pinjaman dilaksanakan dengan mempertimbangkan pengelolaan risiko serta kemampuan keuangan negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan pemberian pinjaman dalam jangka waktu lebih dari 12 bulan,” bunyi Pasal 6.
Pinjaman yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini dikelola oleh menteri selaku Bendahara Umum Negara. Pemberian pinjaman dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sementara itu, Pasal 12 memuat persyaratan yang harus dipenuhi pemda, BUMN, dan BUMD jika ingin memperoleh pinjaman dari pemerintah.
Bagi pemda, antara lain: jumlah sisa pembiayaan utang daerah ditambah pendapatan APBD tahun sebelumnya tidak melebihi 75 persen dari jumlah pembiayaan utang yang akan ditarik; memiliki rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pembiayaan utang daerah paling sedikit 2,5 atau sesuai ketetapan menteri; serta tidak memiliki tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah pusat dan/atau kreditur lain.
Untuk BUMD, pinjaman harus mendapat persetujuan dari kepala daerah yang mewakili pemerintah daerah dalam kekayaan daerah yang dipisahkan atau melalui rapat umum pemegang saham (RUPS).
Sedangkan bagi BUMN, syaratnya antara lain tidak memiliki tunggakan atas pengembalian pinjaman dari pemerintah pusat dan/atau kreditur lain, serta mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN atau melalui RUPS/pemilik modal.
Pasal 15 menyebutkan bahwa menteri melakukan penilaian kelayakan kredit atas permohonan pinjaman, meliputi kapasitas fiskal, kesesuaian dengan kebijakan pemberian pinjaman, kebutuhan riil pinjaman, kemampuan membayar kembali, serta persyaratan dan risiko pemberian pinjaman.
“Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, menteri dapat menyetujui seluruh permohonan pinjaman, menyetujui sebagian, atau menolak permohonan pinjaman,” bunyi Pasal 17.