Selasa 07 Oct 2025 07:32 WIB

Biang Kerok Sulitnya Adakan Event di Indonesia

Potensi MICE Indonesia diproyeksi capai Rp115 triliun pada 2032.

Pengunjung melihat karya seni dalam pameran Art Jakarta 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (4/10/2025). Art Jakarta 2025 merupakan pameran seni kontemporer terkemuka di Asia Tenggara yang mempertemukan galeri, seniman, kolektor, dan pencinta seni. Tahun ini, sebanyak 75 peserta pameran menampilkan beragam karya yang mencerminkan perkembangan seni. Melalui berbagai program dan diskusi inspiratif, Art Jakarta 2025 berupaya memperkuat apresiasi terhadap seni kontemporer serta membangun jejaring komunitas seni lokal dan internasional. Pameran ini berlangsung hingga 5 Oktober 2025.
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjung melihat karya seni dalam pameran Art Jakarta 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (4/10/2025). Art Jakarta 2025 merupakan pameran seni kontemporer terkemuka di Asia Tenggara yang mempertemukan galeri, seniman, kolektor, dan pencinta seni. Tahun ini, sebanyak 75 peserta pameran menampilkan beragam karya yang mencerminkan perkembangan seni. Melalui berbagai program dan diskusi inspiratif, Art Jakarta 2025 berupaya memperkuat apresiasi terhadap seni kontemporer serta membangun jejaring komunitas seni lokal dan internasional. Pameran ini berlangsung hingga 5 Oktober 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri MICE atau Meetings (Pertemuan), Incentives (Insentif), Conferences (Konvensi), dan Exhibitions (Pameran) disebut sebagai satu potensi besar yang perlu terus didorong untuk membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, sejumlah tantangan bagi pelaku industri memerlukan dukungan dari pemerintah.

Menteri Pariwisata Widiyanti menyebut permasalahan yang terkait dengan modal hingga mendapatkan perizinan dari pihak-pihak terkait menjadi tantangan dalam industri penyelenggaraan event di Indonesia.

Baca Juga

"Tantangan-tantangan inilah yang menjadi kendala pengembangan industri event. Kami percaya melalui dialog terbuka dan kolaborasi antarpelaku industri, akademisi, dan regulator kita dapat menemukan solusi yang tepat dan berkelanjutan," kata Widiyanti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/10/2025).

Widiyanti menyampaikan pelaku industri kerap kali mengalami keterbatasan modal dan biaya awal yang cukup tinggi. Sedangkan untuk menyelenggarakan sebuah event, banyak biaya yang diperlukan dan perlu menggaet investor untuk menanamkan modalnya.

Selain itu, banyak pemangku kepentingan yang terlibat membuat proses perizinan menjadi kompleks dan membutuhkan waktu yang panjang. Belum lagi isu terkait terukurnya limbah serta jejak karbon yang dihasilkan selama event berlangsung secara komprehensif, sehingga komitmen terhadap keberlanjutan sangat penting untuk diperkuat.

"Aspek aksesbilitas juga kadangkala masih terabaikan," ujar dia.

Permasalahan berikutnya yakni ekosistem dalam industri event yaitu adanya kesenjangan infrastruktur dan fasilitas pendukung yang ada di berbagai daerah.

Ia menyayangkan situasi ini masih terjadi di Indonesia, karena Kementerian Pariwisata meyakini bahwa event dapat jadi salah satu mesin penggerak utama perekonomian nasional.

Industri ini juga dinilai dapat menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan UMKM, menggerakkan ekonomi daerah serta memperkuat citra dan daya saing Wonderful Indonesia di kancah dunia.

Ditemui secara terpisah, Deputi Bidang Pengembangan Penyelenggara Kegiatan Kemenpar Vinsensius Jemadu mengatakan bahwa salah satu cara untuk menaikkan peringkat Indonesia yang kini menduduki peringkat ke-37 dunia dan peringkat ke-10 di kawasan Asia Pasifik menurut data International Congress and Conventions Association (ICCA) adalah dengan membangun infrastruktur dalam sektor pariwisata menjadi lebih matang.

"(Di ASEAN), nomor satu dalam industri MICE itu masih Singapura karena infrastruktur dia memang sudah mapan. Saya pernah hadir di suatu kongres konvensi MICE di dunia, jadi betapa pentingnya itu kita menggerakkan semua elemen bangsa ini untuk bisa mendukung," kata dia.

Pembangunan infrastruktur juga dapat melibatkan perguruan tinggi dalam mengembangkan riset-riset yang mengikuti tren MICE dan pariwisata di dunia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement