Sabtu 04 Oct 2025 08:00 WIB

Dirjen Migas Pastikan Basefuel Impor Pertamina Tetap Digunakan hingga Akhir Tahun

Pemerintah hanya jadi fasilitator dalam negosiasi Pertamina dengan badan usaha swasta

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Friska Yolandha
Petugas SPBU membersihkan mesin pengisian BBM di SPBU Shell, Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan SPBU swasta yang kehabisan stok BBM dapat menjalin kerja sama pasokan dengan PT Pertamina (Persero) melalui skema business-to-business (B2B) tanpa menambah biaya baru.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Petugas SPBU membersihkan mesin pengisian BBM di SPBU Shell, Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan SPBU swasta yang kehabisan stok BBM dapat menjalin kerja sama pasokan dengan PT Pertamina (Persero) melalui skema business-to-business (B2B) tanpa menambah biaya baru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Laode Sulaeman, memastikan bahan bakar dasar (basefuel) hasil impor Pertamina Patra Niaga akan tetap digunakan hingga akhir tahun. Kepastian ini diberikan di tengah pembahasan antara Pertamina dan badan usaha swasta terkait pemenuhan kebutuhan BBM.

Laode menyampaikan, basefuel impor yang sudah masuk akan dimanfaatkan Pertamina. Pasalnya, kebutuhan di lapangan harus tetap terpenuhi sembari diskusi bisnis berjalan. Ia menegaskan, pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses negosiasi yang sedang berlangsung.

Baca Juga

Basefuel itu akan digunakan oleh Pertamina sendiri. Itu sudah pasti,” ujar Laode di Jakarta, Sabtu (4/10/2025).

Menurut dia, sampai saat ini Pertamina Patra Niaga telah mengimpor satu kargo dengan volume 100 ribu kiloliter (KL). Sesuai jadwal, kargo kedua dengan jumlah serupa juga sudah seharusnya tiba. Kargo-kargo tersebut, jelas Laode, menjadi penopang pasokan yang dibutuhkan di pasar domestik.

Laode mencontohkan praktik di berbagai negara, termasuk Brasil dan Amerika Serikat, yang telah lama menggunakan campuran etanol dalam bahan bakar. Brasil, misalnya, memiliki industri hulu etanol besar dengan kandungan lebih dari 20 persen pada bensin. Sementara itu, di Amerika Serikat, perusahaan seperti Shell juga memasarkan bensin bercampur etanol.

Meski demikian, ia memahami adanya perbedaan pandangan di dalam negeri. Sebagian pihak swasta menghendaki produk basefuel tanpa etanol, sementara pihak lain menganggap sedikit kandungan etanol tidak akan mengganggu performa.

Perbedaan tersebut, lanjut Laode, ibarat selera dalam membuat pisang goreng. Ada yang menginginkan tanpa tambahan garam, ada pula yang menilai garam membuat rasa lebih kuat. Namun, dalam kacamata global, penggunaan etanol relatif tidak menjadi persoalan.

Laode menegaskan, apa pun hasil rapat bisnis antara Pertamina dan pihak swasta, basefuel impor akan tetap dimanfaatkan. Produk tersebut sudah tersedia dan menjadi bagian dari skema pemenuhan kebutuhan energi nasional.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement