Jumat 03 Oct 2025 14:23 WIB

Pertamina Patra Niaga: Penggunaan Etanol BBM Sudah Jadi Standar Global

Pertamina tegaskan etanol terbukti kurangi emisi dan dukung energi bersih.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Friska Yolandha
Petugas Pertamina sedang melakukan pengisian BBM
Foto: Pertamina
Petugas Pertamina sedang melakukan pengisian BBM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertamina Patra Niaga (PPN) menegaskan penggunaan etanol dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan praktik yang sudah mapan secara global. Berbagai negara besar telah menjadikannya standar untuk menekan emisi karbon, meningkatkan kualitas udara, dan mendukung transisi energi berkelanjutan.

Amerika Serikat misalnya, melalui program Renewable Fuel Standard (RFS), mewajibkan pencampuran etanol ke dalam bensin dengan kadar umum E10 (10 persen etanol) dan E85 untuk kendaraan fleksibel. Brasil bahkan menjadi pelopor pemanfaatan etanol berbasis tebu dengan campuran E27 (27 persen etanol) pada bensin secara nasional, sehingga menjadikan negeri itu sebagai salah satu pasar terbesar kendaraan berbahan bakar etanol.

Baca Juga

Di Eropa, kebijakan Renewable Energy Directive (RED II) mendorong penggunaan energi terbarukan di sektor transportasi. Campuran E10 kini telah menjadi standar di negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Inggris. Sementara itu, India menargetkan program etanol blending hingga 20 persen (E20) pada 2030 sebagai bagian dari roadmap transportasi rendah karbon serta mendukung petani tebu.

“Penggunaan etanol dalam BBM bukan hal baru, melainkan praktik yang sudah mapan secara global. Implementasi ini terbukti berhasil mengurangi emisi gas buang, menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil murni, serta mendukung peningkatan perekonomian masyarakat lokal melalui pemanfaatan bahan baku pertanian,” ujar Roberth MV Dumatubun, Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, dalam keteranganya di Jakarta, Jumat (3/10/2025).

Pertamina Patra Niaga menjelaskan, etanol yang berasal dari tumbuhan seperti tebu atau jagung lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil murni. Campuran etanol ke dalam BBM terbukti menekan emisi gas buang kendaraan sehingga kualitas udara lebih baik.

Perusahaan memastikan akan terus mendukung kebijakan pemerintah dalam menurunkan emisi karbon sesuai target Net Zero Emission 2060. Kehadiran produk Pertamax Green 95, sebagai BBM berbasis campuran etanol, tidak hanya mengikuti tren global tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam peta energi berkelanjutan dunia.

Isu etanol dalam base fuel impor Pertamina sempat mencuat di tengah proses negosiasi dengan pihak swasta terkait bisnis jual-beli BBM. Direktur PT Vivo Energy Indonesia Leonard Mamahit menjelaskan, rencana pembelian BBM dari Pertamina Patra Niaga tidak dapat terealisasi karena adanya syarat teknis yang belum bisa dipenuhi Pertamina. Negosiasi yang sebelumnya digelar pun akhirnya dibatalkan.

“Memang betul, kami sesuai dengan saran dari Pak Menteri ESDM telah mengadakan negosiasi dengan Pertamina. Tapi karena ada beberapa hal teknis yang tidak bisa dipenuhi Pertamina, sehingga apa yang sudah kami mintakan itu dengan terpaksa dibatalkan,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10/2025).

Leonard menegaskan peluang kerja sama tetap terbuka di masa mendatang jika syarat teknis yang diajukan perusahaannya dapat dipenuhi. Namun, untuk saat ini, ia mengungkapkan seluruh stok BBM di SPBU Vivo telah habis sehingga 44 SPBU di Jabodetabek tidak lagi beroperasi.

Presiden Direktur BP-AKR Vanda Laura menyampaikan hal serupa. Menurutnya, pembelian dari Pertamina Patra Niaga belum bisa dilanjutkan karena sejumlah persyaratan penting belum terpenuhi, khususnya terkait kepatuhan dan spesifikasi produk.

Sejak Juni lalu, kata dia, BP-AKR sudah mengantisipasi potensi keterbatasan stok dengan mengajukan penyesuaian kuota impor. Perusahaan bahkan menyiapkan rencana pembukaan 10 SPBU baru hingga akhir tahun, menuju target 250 SPBU pada 2030. Namun, realisasi rencana tersebut harus dievaluasi ulang.

“Kami sudah meminta penyesuaian impor kuota sejak Juni. Saat itu sudah kami lihat potensi keterbatasan stok. Tetapi sampai Juli, ketika ada surat dari Wamen ESDM yang menetapkan kuota 110 persen, kebutuhan kami masih belum cukup,” jelasnya.

Ia menambahkan, hingga awal Oktober, hanya satu hingga dua SPBU BP-AKR yang masih menjual bensin. Untuk mengurangi dampak bagi konsumen, perusahaan menyesuaikan jam operasional, efisiensi biaya, serta terus berkoordinasi dengan Pertamina dan Kementerian ESDM.

Dalam pertemuan dengan Pertamina Patra Niaga pada 19 September 2025, kedua belah pihak menyepakati tiga hal, antara lain penyediaan base fuel tanpa etanol, pelaksanaan joint surveyor di pelabuhan muat, serta mekanisme open book dalam aspek komersial. Namun, hasil pembahasan lebih lanjut menunjukkan tiga hal masih tertunda: dokumen kepatuhan (certificate of origin), kesesuaian spesifikasi, serta aspek komersial, termasuk konfirmasi kandungan etanol.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement