REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim bukan lagi ancaman di masa depan; dampaknya sudah terasa, destruktif, dan sayangnya, tak terhindarkan jika kerusakan lingkungan terus terjadi. Di tengah kekhawatiran global ini, komitmen Indonesia untuk memimpin upaya penanggulangan menjadi sorotan penting.
Utusan Khusus Presiden RI untuk Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, hadir di panggung Investing on Climate by Editors’ Choice Award 2025 di BEI, menegaskan kembali peran krusial Indonesia dalam menjaga keberlanjutan bumi bagi generasi mendatang.
Utusan Khusus Presiden RI untuk Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menegaskan komitmen kuat Indonesia dalam memimpin upaya penanggulangan perubahan iklim global. Pernyataan ini disampaikannya saat menjadi pembicara kunci di ajang Investing on Climate by Editors’ Choice Award 2025, yang berlangsung di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Selatan, Jumat (5/12).
Hashim mengingatkan bahwa dampak perubahan iklim akan semakin destruktif dan tidak dapat dihindari apabila kerusakan lingkungan terus terjadi di berbagai wilayah. Ia menekankan bahwa upaya mitigasi bencana dan edukasi masyarakat harus diperkuat secara serius.
"Dampak negatif perubahan iklim yang dahsyat, luar biasa, dan mengakibatkan ribuan korban, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara tetangga. Dengan sedih saya katakan bahwa ini akan terus-menerus terjadi, this is going to keep on, inevitable, selama manusia, bukan hanya bangsa Indonesia, tidak menjaga lingkungan," kata Hashim.
Ia mencontohkan intensitas hujan ekstrem yang turun lima tahun dalam lima hari telah memicu banjir besar yang menelan korban jiwa, diperparah oleh kerusakan hutan yang masih marak akibat ulah manusia. Hashim menekankan bahwa edukasi publik masih perlu diperkuat karena banyak warga belum memahami bahwa aktivitas merusak hutan merupakan pelanggaran serius.
“Menebang pohon itu bukan sekadar cari nafkah. Tetapi sebenarnya itu adalah pidana, pelanggaran terhadap aturan dan juga terhadap kelangsungan hidup manusia,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Hashim turut melaporkan hasil keterlibatannya mewakili Presiden Prabowo Subianto dalam Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Brasil November lalu. Indonesia, menurutnya, mendapatkan apresiasi internasional setelah memutuskan bergabung dalam Tropical Forest Forever Fund (TFF) yang diinisiasi Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva untuk restorasi dan konservasi hutan tropis.
Selain diplomasi iklim, Hashim menegaskan Indonesia kini juga mendapat apresiasi global menyusul terbitnya Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional. Namun di sisi lain, ia juga mengingatkan bahwa fokus utama keberhasilan justru terletak pada pelaksanaan nyata di lapangan.
“Di Indonesia, banyak Undang-undang dan aturan bagus, tetapi titik lemahnya implementasi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Hashim juga menyampaikan optimisme terhadap masa depan energi Indonesia melalui pemanfaatan energi baru terbarukan serta teknologi carbon capture and storage (CCS) berkapasitas 500–700 gigaton karbon dioksida (CO2) yang berpotensi menjadikan Indonesia sebagai superpower penangkapan karbon dunia.
Meski emisi diperkirakan masih meningkat dalam beberapa tahun mendatang akibat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan perumahan, namun pemerintah menurutnya Hashim telah menargetkan penurunan emisi pada 2030–2031 lewat rehabilitasi hutan dan transisi energi bersih. Ia pun menegaskan, keberhasilan kebijakan dan diplomasi iklim bergantung pada keterlibatan publik melalui informasi yang tepat dan edukatif.
“Saya optimistis, sangat optimistis. Kita harus bekerja keras. Kita perlu dukungan media, seluruh sektor media. Sekali lagi, saya meminta bantuan untuk mendidik, mengedukasi rakyat kita agar menjaga ekosistem dan lingkungan hidup,” pungkas Hashim.
Pada kesempatan itu, Hashim juga meraih penghargaan 'Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability'. Ia terpilih karena dinilai mampu mendorong percepatan terwujudnya komitmen pemerintah di bidang iklim, termasuk target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat, serta pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 1,5 gigaton CO2 pada 2035. Upaya tersebut didukung oleh strategi peningkatan porsi energi terbarukan hingga 23 persen pada 2030.
Penghargaan tersebut diberikan dalam rangkaian program Investing on Climate, sebuah inisiatif yang bertujuan menilai dan mendorong kontribusi nyata pelaku usaha terhadap agenda iklim nasional. Managing Director Investing on Climate Umar Idris mengatakan penghargaan berasal dari beragam sektor usaha, termasuk sektor perbankan. Selain itu, penghargaan khusus juga diberikan kepada tokoh yang memiliki kontribusi nyata terhadap agenda iklim nasional.
Melalui program Investing on Climate, terpilih 40 perusahaan terbaik dari lebih dari 1.000 peserta, baik emiten BEI maupun perusahaan non-publik. Mereka berhasil melewati serangkaian proses seleksi yang ketat, sebagai bentuk pengakuan atas komitmen nyata dalam menghadapi dan menekan risiko perubahan iklim melalui berbagai inisiatif serta investasi berorientasi keberlanjutan.
“Penghargaan ini diberikan kepada pelaku usaha dan tokoh yang memiliki perhatian dan telah berkontribusi nyata mencegah perubahan iklim, menurunkan emisi gas rumah kaca,” kata Umar.
Lebih lanjut, Umar menyebut masa depan akan semakin berorientasi pada keberlanjutan, dengan masyarakat yang kian memilih produk dan perusahaan yang peduli pada lingkungan. Ia menilai transisi menuju ekonomi rendah emisi dapat menjadi mesin pertumbuhan baru yang mampu membuka peluang bisnis, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, dan menggerakkan kembali perekonomian secara lebih inklusif serta berkelanjutan.
Umar juga menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan investasi iklim yang bertanggung jawab dan berkelanjutan di tengah tren dunia untuk melindungi ekologi sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru yang turut memperbaiki taraf hidup masyarakat.