Rabu 27 Aug 2025 06:05 WIB

Ketika Cadangan 4 Juta Ton tak Cukup untuk Menurunkan Harga Beras

Operasi pasar diharapkan bisa menjadi solusi untuk meredam kenaikan harga beras.

Petugas menata beras SPHP di salah satu ritel modern di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menata beras SPHP di salah satu ritel modern di Jakarta, Selasa (26/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, Reportase oleh: Frederikus Bata, Muhammad Nursyamsi

Keberhasilan pemerintah mengoleksi cadangan beras hingga lebih dari 4 juta ton belum mampu membuat turun harga beras. Perum Bulog bahkan menyatakan stok beras nasional yang tembus 4,2 juta ton itu sebagai rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka. Kendati demikian, pencapaian itu belum bisa terkonversi pada tingkat harga beras di pasar. Harga komoditas utama pangan masyarakat Indonesia itu justru terus merangkak naik.

Baca Juga

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2025 menunjukkan inflasi sebesar 0,30 persen (mtm) dan secara tahunan mencapai 2,37 persen (yoy). BPS mengungkap bahwa penyumbang utama inflasi Juli 2025 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil inflasi 0,22 persen. Beras menjadi komoditas utama penyumbang inflasi dari kelompok ini.

Sementara, jika melihat data yang ada di Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras nasional baik jenis beras premium maupun beras medium kompak mengalami kenaikan. Untuk komoditas beras premium, rata-rata harga pada Januari 2025 tercatat sebesar Rp15.451 per kilogram (kg). Sementara, pada Agustus 2025, rata-rata harganya mencapai Rp16.202 per kg. Untuk diketahui, posisi harga ini sudah melebihi ketentuan harga eceran tertinggi (HET) nasional yakni sebesar Rp14.900 per kg.

Begitu pula dengan beras medium. Rata-rata harga nasional untuk beras medium pada Januari 2025 sebesar Rp13.523 per kg dan kemudian naik menjadi Rp14.410 per kg pada Agustus 2025.

Khusus untuk komoditas beras medium terdapat ketentuan HET baru. Dari yang sebelumnya yakni minimal Rp12.500 per kg kini menjadi Rp13.500 per kg. Hal ini diumumkan oleh Badan Pangan Nasional dan disebut sebagai langkah jangka pendek untuk menjaga stabilitas harga dan kelancaran distribusi beras di dalam negeri. Aturan itu tercantum dalam Keputusan Kepala Bapanas Nomor 299 Tahun 2025.

"Bahwa harga eceran tertinggi beras di tingkat konsumen sudah tidak sesuai dengan perkembangan struktur biaya produksi dan distribusi saat ini, sehingga untuk menjaga stabilisasi pasokan dan harga beras, perlu dilakukan evaluasi terhadap harga eceran tertinggi beras," bunyi keputusan yang ditandatangani Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, dikutip pada Selasa (26/8/2025).

Penerbitan aturan ini muncul di tengah kondisi perberasan Indonesia sedang mengalami anomali. Produksi beras tercatat tinggi dan diikuti dengan cadangan beras pemerintah yang cetak rekor. Namun, di sisi lain harga beras di level konsumen justru tak kunjung turun. Kondisi ini dibumbui pula dengan adanya isu beras oplosan dan hilangnya beras premium dari rak-rak gerai ritel modern.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement