REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani perintah yang memberlakukan tarif sebesar 50 persen terhadap impor produk tembaga tertentu mulai 1 Agustus 2025. Langkah ini merupakan bagian dari upaya melindungi industri manufaktur dalam negeri.
Dalam proklamasi yang ditandatangani pada Rabu (30/7/2025), Trump menyebut tarif baru tersebut diberlakukan dengan alasan keamanan nasional, khususnya terhadap produk tembaga setengah jadi dan turunan yang banyak digunakan dalam sektor militer dan energi bersih. Barang-barang yang dikenakan tarif meliputi pipa tembaga, kawat, batang, kabel, konektor, dan komponen kelistrikan, menurut pernyataan Gedung Putih.
Trump sebelumnya telah mengungkapkan rencana penerapan tarif ini pada awal Juli, meski belum memaparkan rincian lengkap. Rencana tersebut muncul setelah Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyerahkan hasil penyelidikan dan rekomendasi kepada presiden.
Penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Trump pada akhir Februari lalu, untuk menilai apakah perlu diterapkan tarif atas produk tembaga, mengingat perannya sebagai bahan baku penting dalam sektor pertahanan dan kendaraan listrik. Sebagai bagian dari proklamasi tersebut, Trump juga memberi wewenang kepada Menteri Perdagangan untuk mengambil langkah tambahan, termasuk mewajibkan 25 persen limbah tembaga berkualitas tinggi hasil produksi domestik dijual di dalam negeri.
Selain tembaga, Trump juga telah menetapkan kebijakan tarif terhadap sektor lain seperti otomotif, baja, dan aluminium, dengan dalih keamanan nasional. Pada awal Juni, pemerintah AS menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50 persen, hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan sejak penerapan kebijakan perlindungan tahap pertama.
Meningkatnya permintaan global terhadap tembaga membuat Amerika Serikat semakin bergantung pada impor logam tersebut dalam beberapa tahun terakhir. Padahal, AS pernah menjadi salah satu produsen utama tembaga dunia.
Pejabat AS menyebut Trump menyadari ketergantungan berlebihan terhadap tembaga impor dapat menimbulkan kerentanan terhadap kemampuan militer, pembangunan infrastruktur, dan inovasi teknologi dalam negeri. Menurut data Gedung Putih, penggunaan tembaga impor di AS melonjak dari hampir nol persen pada 1991 menjadi 45 persen dari total konsumsi pada 2024.
View this post on Instagram