REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menargetkan penurunan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen pada 2029. Hal itu disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Jumat (25/7/2025), di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
“Kami berkomitmen dalam lima tahun masa pemerintahan Pak Prabowo dan Mas Gibran ini, kita ingin betul-betul menghilangkan sebisa mungkin sampai mencapai nol persen, agar tidak ada lagi saudara kita yang berada di garis kemiskinan ekstrem,” ujar Prasetyo.
Penegasan tersebut disampaikan Prasetyo menanggapi rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat adanya penurunan angka kemiskinan di Indonesia. BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 sebanyak 23,85 juta orang. Angka ini turun 0,21 juta orang dibandingkan September 2024.
Prasetyo menilai capaian ini merupakan hasil kerja keras berbagai pihak yang selama ini terlibat dalam upaya pengentasan kemiskinan. Menurut dia, penanganan kemiskinan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah. Keterlibatan dunia usaha, masyarakat, serta sektor pendidikan dinilai penting untuk mendorong terciptanya lapangan kerja baru dan menumbuhkan wirausaha, terutama di kalangan generasi muda.
Mensesneg menambahkan, pemerintah terus mendorong perubahan pola pikir masyarakat dari sekadar pencari kerja menjadi pencipta kerja. “Ini juga pekerjaan rumah yang tidak mudah karena kita harus mengubah cara berpikir bahwa kita ingin mencari lapangan pekerjaan. Ini harus mulai kita geser, terutama generasi muda. Kita mendorong betul agar mereka menciptakan potensi-potensi sebanyak-banyaknya,” kata Prasetyo.
“Kita ini adalah negara yang, kalau dilihat dari persentasenya, masih sangat rendah jumlah warga negaranya yang menjadi pengusaha dan membuka lapangan pekerjaan,” katanya.
Di sisi lain, Prasetyo menegaskan negara tetap memiliki tanggung jawab untuk menopang kelompok masyarakat rentan, seperti lanjut usia yang hidup sendiri maupun warga yang secara fisik tidak mampu bekerja. “Ini tentunya harus ditopang oleh negara,” ujarnya.
