Selasa 22 Jul 2025 09:40 WIB

Tarif Impor Turun Jadi 19 Persen, Ekspor TPT Indonesia ke AS Makin Kompetitif

Kebijakan ini dinilai memperkuat industri padat karya yang sedang tertekan.

Pekerja melakukan pencucukan benang untuk dijadikan kain di PT Trisula Textile Industries, Kota Cimahi, Jawa Barat, Selasa (15/4/2025). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong pemerintah agar kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib dan pelabelan dalam bahasa Indonesia diberlakukan kembali di perbatasan (border) guna mengamankan pasar domestik dari limpahan impor barang tekstil yang tidak sesuai standar dan lebih murah (dumping) dari negara lain yang terdampak tarif timbal balik atau resiprokal Amerika Serikat karena berpotensi menggerus pasar domestik.
Foto: ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Pekerja melakukan pencucukan benang untuk dijadikan kain di PT Trisula Textile Industries, Kota Cimahi, Jawa Barat, Selasa (15/4/2025). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong pemerintah agar kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib dan pelabelan dalam bahasa Indonesia diberlakukan kembali di perbatasan (border) guna mengamankan pasar domestik dari limpahan impor barang tekstil yang tidak sesuai standar dan lebih murah (dumping) dari negara lain yang terdampak tarif timbal balik atau resiprokal Amerika Serikat karena berpotensi menggerus pasar domestik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Amerika Serikat resmi menurunkan tarif impor terhadap produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump usai bertemu Presiden RI Prabowo Subianto pada 15 Juli 2025 di Washington DC. Penurunan tarif ini membuka peluang besar bagi ekspor nasional, terutama dari sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang menyumbang 61 persen ekspor ke AS.

“Yang pasti, ini akan sangat membantu untuk para eksportir kita. Karena kan sekarang yang besar itu seperti TPT—tekstil dan produk tekstil—kan 61 persen ekspornya ke Amerika. Jadi mereka sudah ketakutan nanti kalau ada pengalihan,” kata Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/7/2025).

Baca Juga

Pemerintah menyatakan, negara pesaing seperti Bangladesh dan Dubai saat ini justru dikenakan tarif yang lebih tinggi. Hanya Vietnam yang mendapat tarif mendekati Indonesia, yakni 20 persen. Namun Vietnam terbebani biaya transshipment hingga 40 persen serta ongkos produksi yang lebih mahal.

“Bangladesh dan semua kompetitor TPT—produsen TPT—tarifnya jauh lebih tinggi dari kita. Jadi ini pasti akan sangat membantu, paling tidak untuk mempertahankan pasar yang sudah ada sekarang. Sekarang tinggal bagaimana kita ambil peluang yang lebih besar lagi,” ujar Shinta.

Kesepakatan dengan AS ini diyakini memperkuat industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki yang sedang mengalami tekanan berat di dalam negeri. Apindo menegaskan dua jalur negosiasi yang berhasil, yakni penghapusan tarif era Trump dan rencana kerja sama dagang bilateral berbentuk US-FTA.

“Fokus kita ada dua peluang dari hasil negosiasi ini: satu dari tarif yang sebelumnya dikenakan era Trump, dan satu lagi dari kemungkinan skema perdagangan seperti US-FTA,” kata Shinta.

Langkah ini dinilai strategis karena AS menyerap mayoritas produk padat karya Indonesia. Di saat bersamaan, relokasi pembelian dari AS seperti kedelai, kapas, dan minyak mentah dinilai tidak membebani neraca karena hanya menggantikan impor dari negara lain.

“Tadinya belinya dari negara lain, sekarang belinya dari Amerika. Jadi tidak ada penambahan volume, cuma shifting asal belinya. Selain itu, produk AS masuk ke Indonesia juga tarifnya sudah rendah. Sekitar 85 persen dari produk mereka sudah kena tarif 0–5 persen,” jelas Shinta.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement