Jumat 11 Jul 2025 08:51 WIB

Dana Desa Jadi Penggerak Industri Tenun NTT, Rp 5,7 Miliar Digelontorkan

Tenun ikat jadi kekuatan ekonomi lokal dengan dukungan pendanaan negara.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Pengunjung memotret motif tenun Bango Tong-Tong menggunakan gawainya saat pamerkan desain motif tenun ikat di SK Coffe Lab, Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (12/9/2022). Pameran yang diselenggarakan Pemerintah Kota Kediri tersebut menampilkan sebelas desain baru sebagai upaya memperkaya motif tenun ikat khas Kediri agar mampu bersaing hingga pasar global.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Pengunjung memotret motif tenun Bango Tong-Tong menggunakan gawainya saat pamerkan desain motif tenun ikat di SK Coffe Lab, Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (12/9/2022). Pameran yang diselenggarakan Pemerintah Kota Kediri tersebut menampilkan sebelas desain baru sebagai upaya memperkaya motif tenun ikat khas Kediri agar mampu bersaing hingga pasar global.

REPUBLIKA.CO.ID, MANGGARAI BARAT — Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi tulang punggung pembiayaan pengembangan industri tenun di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada tahun anggaran 2025, total pagu kegiatan terkait tenun di desa-desa NTT mencapai Rp 5,74 miliar, dengan 98,6 persen di antaranya berasal dari Dana Desa.

“Dana Desa masih memegang peran dominan dalam mendukung industri kerajinan tenun. Optimalisasi sumber pendanaan lain seperti CSR dan bagi hasil usaha desa perlu didorong,” ujar Ketua Tim Pengelola Direktorat Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Kementerian Keuangan, Kurnia, dalam media briefing di Rumah Tenun Labuan Bajo, Kamis (10/7/2025) sore.

Baca Juga

Sebagian besar dana tersebut dialokasikan untuk pengembangan sarana dan prasarana UMKM serta pelatihan usaha ekonomi produktif, termasuk pengelolaan sentra tenun dan koperasi di tingkat desa.

Dari total alokasi Rp 5,74 miliar, sebesar Rp 1,97 miliar digunakan untuk pengembangan UMKM dan koperasi, Rp 1,64 miliar untuk industri kecil tingkat desa, serta Rp 700 juta untuk fasilitasi kelompok usaha ekonomi produktif. Sementara itu, alokasi langsung untuk pengelolaan usaha kain tenun atau sentra tenun ikat hanya sebesar Rp 269 juta atau sekitar 4,7 persen.

Meski jumlahnya relatif kecil, dukungan Dana Desa terbukti menopang kegiatan produksi, pelatihan, hingga pemasaran produk. Di Labuan Bajo, sejumlah rumah tenun seperti Puncak Waringin, Baku Peduli, dan Songke Leros menjadi pusat produksi sekaligus wisata edukasi. Aktivitasnya mencakup pelatihan, pewarna alami, hingga pemasaran produk turunan seperti pakaian dan aksesori.

“Fokus penggunaan Dana Desa diarahkan untuk pengembangan potensi dan keunggulan desa, termasuk desa wisata, desa devisa, dan industri rumah tangga seperti tenun,” jelas Kurnia.

Selain menjadi penopang industri rumahan, Dana Desa juga diarahkan untuk mendukung pemberdayaan perempuan dan pengembangan kewirausahaan. Kegiatan seperti pelatihan manajemen koperasi, pelatihan pemberdayaan perempuan, hingga pengadaan teknologi tepat guna turut dibiayai dari Dana Desa.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan, realisasi Dana Desa di Kabupaten Manggarai Barat mencapai Rp 70,6 miliar hingga 7 Juli 2025, atau sekitar 49,1 persen dari pagu. Adapun secara provinsi, realisasi Dana Desa di NTT tercatat sebesar Rp 1,44 triliun atau 53,5 persen dari pagu sebesar Rp 2,7 triliun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement