Kamis 03 Jul 2025 13:26 WIB

99 Persen Investor Ritel di RI, Waspadai Risiko Global yang Bisa Bikin Rugi

Kondisi global bisa gerus keuntungan jika investor tak pahami arah pasar.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Sebanyak 99 persen investor ritel di RI, waspadai risiko global yang bisa bikin rugi. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sebanyak 99 persen investor ritel di RI, waspadai risiko global yang bisa bikin rugi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dominasi investor ritel di pasar modal Indonesia semakin besar. Awal 2025, sebanyak 99,7 persen dari total 15,5 juta investor tercatat sebagai investor ritel, menurut data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

Lonjakan ini menunjukkan makin banyak masyarakat yang tertarik berinvestasi. Namun, pada saat yang sama, risiko pengambilan keputusan tanpa pemahaman mendalam juga meningkat. Head of Retail Research BNI Sekuritas, Fanny Suherman, menyoroti banyak investor yang terlalu fokus pada pergerakan jangka pendek. Padahal, kondisi global sangat memengaruhi arah pasar saham, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Baca Juga

“IHSG tidak bergerak dalam ruang sendiri. IHSG sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kebijakan suku bunga The Fed, inflasi AS, nilai tukar dolar, perang dagang, hingga kondisi geopolitik,” kata Fanny dalam keterangannya, Kamis (3/7/2025).

Salah satu contoh yang disebut Fanny adalah ketika terjadi ketegangan geopolitik global yang menyebabkan lonjakan harga minyak dunia. Hal ini memicu kekhawatiran inflasi dan kemungkinan penundaan pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

“Contohnya, ketika terjadi ketegangan geopolitik beberapa waktu lalu, harga minyak naik signifikan sehingga dikhawatirkan dapat menaikkan inflasi dan berpotensi menunda The Fed memangkas suku bunga. Akhirnya, hal ini mengakibatkan pasar saham Amerika, IHSG, dan juga regional melemah, meskipun beberapa saham yang terkait dengan harga minyak dan emas justru menguat,” jelasnya.

Ia memperingatkan bahwa kurangnya pemahaman terhadap dinamika global dapat menimbulkan berbagai risiko. Mulai dari salah momentum masuk atau keluar pasar, kerugian akibat depresiasi rupiah, hingga terjebak pada sektor yang sensitif terhadap sentimen global.

“Tanpa pemahaman global, investor rentan bertindak reaktif atau panic selling saat koreksi, atau terlalu euforia saat rally, yang pada akhirnya bisa membuat investor rugi atau kehilangan momentum untuk membeli saham saat harga murah,” ujar Fanny.

Namun Fanny juga menegaskan, menjadi investor cerdas tidak berarti harus menjadi ekonom. “Cukup dengan memahami prinsip dasar ekonomi global dan bagaimana kaitannya dengan pasar modal, investor bisa memiliki perspektif yang lebih utuh dalam mengambil keputusan,” katanya.

BNI Sekuritas sendiri menyediakan berbagai fitur edukatif dalam aplikasi New BIONS, termasuk Trading Ideas, yang berisi insight pasar harian, laporan riset, dan analisis makro maupun sektoral. “Keputusan terbaik dalam investasi bukan hanya soal apa yang dibeli, tapi juga kapan waktu terbaik untuk take profit,” ucap Fanny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement