Selasa 22 Apr 2025 17:36 WIB

Dolar Sentuh Titik Terendah dalam Tiga Tahun, Trump Desak The Fed Turunkan Bunga

Dolar terdepresiasi hingga mencapai posisi 97,923 terhadap sejumlah mata uang.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Dolar Amerika Serikat jatuh ke titik terendah dalam tiga tahun pada Senin (21/4/2025). (ilustrasi)
Foto: Freepik
Dolar Amerika Serikat jatuh ke titik terendah dalam tiga tahun pada Senin (21/4/2025). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dolar Amerika Serikat jatuh ke titik terendah dalam tiga tahun pada Senin (21/4/2025) setelah Presiden Donald Trump kembali menyerang Ketua Federal Reserve, Jerome Powell. Kritikan tersebut dipandang sebagai ancaman terhadap independensi bank sentral AS.

Trump kembali memperburuk serangannya terhadap Jerome Powell melalui media sosial, menyebutnya sebagai "pecundang besar" dan mendesak agar suku bunga segera diturunkan. "Major loser," tulis Trump sambil menegaskan bahwa Powell harus segera memangkas suku bunga.

Baca Juga

Akibatnya, dolar terdepresiasi hingga mencapai posisi 97,923 terhadap sejumlah mata uang, level terendah sejak Maret 2022. Dolar juga jatuh ke level terendah dalam sepuluh tahun terhadap franc Swiss, sementara euro menembus angka 1,15 dolar AS.

Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, mengatakan pada Jumat (18/4/2025), Presiden Trump dan timnya masih mempelajari apakah mereka bisa memecat Jerome Powell. Pernyataan ini disampaikan sehari setelah Trump menyatakan pemecatan Powell "tidak bisa datang cukup cepat" dan kembali mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga.

Perdagangan berjalan sepi pada Senin (21/4/2025), karena sebagian besar pasar Eropa, serta pasar di Australia dan Hong Kong tutup untuk libur Paskah. Sebagian besar pasar dunia juga tutup pada Jumat lalu karena hari libur.

Saham-saham di AS pun ikut jatuh tajam pada Senin setelah unggahan Trump tentang Powell. Ketiga indeks utama turun lebih dari dua persen, dengan kerugian terbesar dialami oleh kelompok “Magnificent Seven” yang mendominasi Nasdaq.

“Powell tidak langsung melapor kepada Trump, jadi (Trump) sebenarnya tidak bisa memecatnya. Ia hanya bisa dicopot dari jabatannya melalui prosedur tertentu, yang tampaknya memiliki batasan yang lebih tinggi,” kata Vishnu Varathan, Kepala Riset Makro untuk Asia eks-Jepang di Mizuho dikutip dari Reuters Selasa (22/4/2025).

“Tapi apakah presiden bisa menggerakkan roda dan mekanisme untuk merusak persepsi independensi The Fed? Tentu, dia bisa," tambah dia.

Dolar anjlok lebih dari 1,5 persen terhadap franc Swiss ke titik terendah 10 tahun di 0,8063. Euro mencapai 1,1535 dolar AS, jadi level tertinggi sejak November 2021. Dolar juga menyentuh titik terendah tujuh bulan terhadap yen Jepang di level 140,66. Data CFTC menunjukkan posisi beli bersih terhadap yen mencapai rekor tertinggi dalam pekan yang berakhir 15 April.

“Jika mandat ganda bank sentral, menjaga stabilitas harga dan mendorong lapangan kerja penuh, dilemahkan dengan seperangkat tujuan baru yang ditetapkan oleh Gedung Putih, para pembuat kebijakan dapat saja tidak mampu mengetatkan kebijakan secara drastis jika terjadi lonjakan harga secara tiba-tiba,” kata Kepala Strategi Pasar di Corpay yang berbasis di Toronto Karl Schamotta, dalam catatan risetnya.

Diketahui, Poundsterling naik ke posisi tertinggi sejak September di angka 1,34 dolar AS, sementara dolar Australia mencapai puncak empat bulan di 0,6430 dolar. Dolar Selandia Baru kembali ke level 0,6000 dolar untuk pertama kalinya dalam lebih dari lima bulan.

“Ini benar-benar seperti prasmanan bagi siapa pun yang pesimistis terhadap dolar... mulai dari ketidakpastian tinggi akibat kebijakan tarif yang merugikan diri sendiri, hingga hilangnya kepercayaan bahkan sebelum berita Powell mencuat,” ujar Varathan.

Sementara itu, yuan dalam negeri China naik ke titik tertinggi dua pekan sebelum memangkas sebagian penguatannya. Yuan luar negeri terakhir diperdagangkan di 7,2931 per dolar. China pada Senin mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya untuk keenam kali berturut-turut, sesuai ekspektasi pasar. Namun pelaku pasar memperkirakan stimulus tambahan akan segera digelontorkan karena meningkatnya ketegangan perang dagang China-AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement