REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, penguatan kinerja perdagangan 2025 ditempuh melalui penyelesaian sejumlah perundingan perdagangan internasional. Beberapa target utama pada 2025 meliputi penyelesaian Indonesia–Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), penandatanganan Indonesia–Kanada CEPA, penyelesaian Indonesia–Peru CEPA, serta penandatanganan Indonesia–Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) CEPA dan Indonesia–Tunisia Preferential Tariff Agreement (PTA).
Kemudian, terdapat sejumlah perundingan yang masih berlangsung seperti Indonesia–Gulf Cooperation Council (GCC) Free Trade Agreement (FTA), ASEAN–Kanada FTA, Indonesia–Turki PTA, Indonesia–Sri Lanka PTA, dan Indonesia–Mercosur CEPA. "Tahun ini, sudah banyak terselesaikan perjanjian dagang. Selanjutnya, kita akan masuk ke pasar Afrika. Mudah-mudahan, paling tidak, tahun ini sudah mulai pendekatan-pendekatan ke negara Afrika,” kata Budi, dikutip Selasa (5/8/2025).
Berlanjut ke isu yang dalam beberapa bulan terakhir menjadi sorotan, yaitu kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat. Menanggapi hal itu, Kemendag telah menyiapkan serangkaian strategi untuk melindungi pasar dalam negeri sekaligus memperkuat posisi ekspor Indonesia di pasar global. Mendag mengatakan, strategi ini sekaligus bertujuan menjaga keberlanjutan industri nasional serta meningkatkan daya saing produk Indonesia di tengah dinamika perdagangan internasional.
Langkah-langkah yang ditempuh antara lain intensifikasi perundingan dan diplomasi dengan AS, penataan kebijakan perdagangan, pengamanan pasar dalam negeri dan keberlanjutan industri nasional, serta optimalisasi kebijakan instrumen seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). "Langkah lainnya, yaitu perluasan pasar ekspor melalui percepatan perundingan dagang dan promosi ekspor, serta peningkatan diplomasi perdagangan regional dan multilateral," ujar Budi.
Di awal pemaparannya, Mendag menyampaikan bahwa neraca perdagangan Indonesia selama Semester I 2025 mencatatkan kinerja positif. Indonesia membukukan surplus kumulatif sebesar 19,48 miliar dolar AS. Angka ini menunjukkan kenaikan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 15,58 miliar dolar AS.
Secara kumulatif, impor Indonesia pada Semester I 2025 mencapai 115,94 miliar dolar AS atau tumbuh 5,25 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu (compare to compare/CtC). Peningkatan ini didorong oleh impor nonmigas yang naik 8,60 persen menjadi 100,07 miliar dolar AS. Struktur impor Semester I 2025 masih didominasi bahan baku/penolong dengan pangsa 71,38 persen, diikuti barang modal (19,84 persen) dan barang konsumsi (8,78 persen). Dibandingkan Semester I 2024, terjadi kenaikan impor barang modal sebesar 20,90 persen dan impor bahan baku/penolong sebesar 2,56 persen (CtC), sedangkan impor barang konsumsi turun 2,47 persen.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menilai statistik ini menunjukkan pemulihan industri. "Kami harap, kenaikan impor ini dapat berkontribusi pada kinerja ekspor industri manufaktur pada bulan mendatang," kata Budi.