Selasa 24 Jun 2025 14:59 WIB

Bahlil: Konflik Global Sulit Diprediksi, Energi Nasional Harus Mandiri

Pandemi, perang dagang, dan konflik Timur Tengah jadi tantangan ekonomi global.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Friska Yolandha
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Foto: BPMI Setpres
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut kondisi global saat ini sangat mencemaskan. Situasi geopolitik, menurutnya, penuh ketidakpastian dan bisa berubah dalam hitungan jam.

“Ketegangan di Timur Tengah menjadi sorotan utama. Konflik Israel–Iran terus bergulir dan melibatkan sejumlah negara, baik secara langsung maupun tidak langsung,” ujar Bahlil dalam Jakarta Geopolitical Forum IX 2025 di Jakarta, Selasa (24/6/2025).

Baca Juga

Ia menilai dinamika tersebut bukan hal baru, melainkan berproses sejak beberapa tahun lalu, diawali perang dagang antara Amerika Serikat dan China pada 2016–2017. Ketegangan itu kemudian diperparah oleh pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan memicu ketidakpastian ekonomi global.

“Kalau kita menengok ke belakang, proses ini sudah dimulai sejak 2016–2017. Lalu pandemi Covid datang dan melahirkan ketidakpastian luar biasa,” ujar Bahlil.

Dampaknya, kata dia, ekonomi global mengalami guncangan besar. Beberapa negara bahkan menghadapi situasi yang tidak terprediksi. Ketika kondisi mulai beranjak pulih pascapandemi, konflik baru kembali muncul, seperti perang Rusia–Ukraina, konflik Israel–Hamas, hingga ketegangan terbaru antara Israel dan Iran.

Bahlil juga menyoroti keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik Timur Tengah, serta ketegangan yang sempat terjadi antara Iran dan Pakistan di Asia Pasifik, meski tidak berlangsung lama.

“Akibat dari semua ini, dunia menghadapi kondisi ekonomi yang sangat sulit diprediksi. Saya harus jujur katakan, ini sangat sulit,” ucapnya.

Ia menilai, pascapandemi, banyak negara sempat mengarahkan perhatian untuk membangun kerja sama ekonomi. Namun kini, kecenderungan itu melemah karena masing-masing negara kembali memprioritaskan kepentingan nasional.

“Saat ini hampir semua negara lebih memikirkan kepentingannya sendiri,” ujarnya.

Dalam konteks ini, Bahlil menegaskan bahwa Indonesia menghadapi tantangan yang tidak ringan. Ia menilai kemandirian di sektor energi menjadi keniscayaan. Di sisi lain, Indonesia tetap perlu memperkuat kolaborasi strategis dengan negara-negara mitra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement