REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang menggunakan teknologi asal China atau Rusia untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia. Dua reaktor nuklir kemungkinan akan dibangun di wilayah provinsi Sumatera dan Kalimantan.
"Jadi, untuk teknologi yang ditawarkan itu ada dari China atau dari Rusia," ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Pembangunan PLTN tersebut merupakan bagian dari penambahan pembangkit listrik yang berasal dari energi baru dan energi terbarukan (EBT). Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, termaktub target penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW).
Dari target tersebut, pemerintah berencana membangun PLTN dengan kapasitas sebesar 500 megawatt (MW). Sebesar 250 megawatt (MW) akan dibangun di Sumatera dan 250 MW sisanya akan dibangun di Kalimantan.
"Jadi, untuk 500 MW ini, kami akan mencoba untuk melihat apakah menggunakan teknologi SMR (small modular reactor/reaktor modular kecil) atau large scale," ujar Yuliot.
Ketika menjajaki Korea Selatan, tutur Yuliot, Negeri Ginseng tersebut menggunakan teknologi large scale. Saat ini, Indonesia sedang mencari referensi untuk negara-negara yang menggunakan teknologi SMR.
Oleh karena itu, pemerintah belum menentukan negara mana yang akan menjadi mitra Indonesia dalam mengembangkan PLTN.
"Ini kami mempertimbangkan teknologi terlebih dahulu. Mencari teknologi yang sudah sesuai, ada juga persyaratan TKDN sekitar 40 persen," ucap Yuliot.
View this post on Instagram