REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,37 persen pada Mei 2025. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menyampaikan, angka deflasi tersebut tercatat lebih rendah dari deflasi pada periode yang sama tahun lalu.
"Pada Mei 2025 terjadi deflasi sebesar 0,37 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 108,47 pada April 2025 menjadi 108,07 pada Mei 2025," ujar Pudji saat konferensi pers Berita Resmi Statistik (BRS) di Kantor BPS, Jakarta, Senin (2/6/2025).
Pudji mengatakan, deflasi 0,37 persen tak lepas dari penurunan indeks harga konsumen di Mei 2025 atau menjadi ketiga sejak Januari dan Februari 2025 setelah pada Maret dan April 2025 mengalami inflasi. Pudji menjelaskan kelompok pengeluaran penyumbang deflasi terbesar pada Mei 2025 adalah kelompok makanan minuman dan tembakau dengan deflasi sebesar 1,04 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 0,41 persen.
"Komoditas yang dominan mendorong deflasi pada kelompok ini adalah cabai merah, cabai rawit dan masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,12 persen," ucap Pudji.
Pudji menjelaskan bawang merah juga menjadi komoditas lain yang memberikan andil deflasi sebesar 0,09 persen, lalu ada juga ikan segar dengan andil deflasi sebesar 0,05 persen. Sementara bawang putih memiliki andil deflasi sebesar 0,04 persen dan daging ayam ras dengan andil deflasi sebesar 0,01 persen.
Pudji sebelumnya mengatakan,
neraca perdagangan barang Indonesia pada April 2025 mencatat surplus sebesar 160 juta dolar AS. Pudji menyampaikan surplus ini menandai capaian beruntun selama lima tahun sejak Mei 2020.
"Neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," lanjut Pudji.
Pudji mengatakan, surplus pada April 2025 terutama didorong oleh komoditas nonmigas dengan nilai mencapai 1,51 miliar dolar AS. Komoditas utama penyumbang surplus adalah bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewani/nabati (HS15), serta besi dan baja (HS72).
Sementara itu, lanjut Pudji, neraca perdagangan migas mengalami defisit sebesar 1,35 miliar dolar AS. Defisit ini terutama disebabkan oleh tingginya impor hasil minyak dan minyak mentah.
"Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit 1,35 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang defisitnya adalah hasil minyak dan minyak mentah," ucap Pudji.
Secara kumulatif hingga April 2025, nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar 87,36 miliar dolar AS atau meningkat 6,65 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pudji menyampaikan nilai impor mencapai 76,29 miliar dolar AS atau naik 6,27 persen secara tahunan.
"Pada April 2025, nilai ekspor mencapai 20,74 miliar dolar AS atau mengalami peningkatan sebesar 5,76 persen dibanding April 2024. Sementara impor pada April 2025 mencapai 20,59 miliar dolar AS atau melonjak 21,84 persen," kata Pudji.