Kamis 15 May 2025 18:25 WIB

Hadapi Perang Dagang, Indonesia Dinilai Punya Momentum Lebih Baik

Pemerintah juga disebut telah lebih dulu membuka jalur negosiasi dagang secara aktif.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (10/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai memiliki posisi tawar lebih kuat dibanding negara Asia lainnya dalam menghadapi kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat. Pemerintah RI juga disebut telah lebih dulu membuka jalur negosiasi dagang secara aktif.

“Jadi kalau kita bicara dari sisi positioning dan juga momentumnya, sepertinya pemerintah Indonesia dalam hal ini memiliki momentum lebih baik dibandingkan dengan beberapa peers lainnya,” kata Chief Economist Bank Permata Josua Pardede dalam paparan ekonomi di Jakarta, Rabu (14/5/5/2025).

Baca Juga

Ia menyoroti beberapa negara seperti Thailand baru memiliki jadwal negosiasi dengan Amerika Serikat meskipun kebijakan tarif sudah berlaku sejak awal April. “Thailand saja ini baru punya schedule waktu dengan Pemerintah Amerika Serikat. Setelah beberapa waktu dari 2 April sampai saat ini baru mereka memiliki waktu untuk negosiasi dengan Amerika Serikat,” ujarnya.

Sementara Indonesia sudah lebih dulu menawarkan proposal perdagangan dan investasi kepada AS. Salah satunya adalah investasi di sektor energi hijau. “Pemerintah juga sudah mengusulkan terkait dengan prospek investasi dari Indonesia ke Amerika Serikat. Saya pikir itu juga salah satu klausul ataupun proposal yang mungkin agak sulit untuk ditolak oleh pemerintah Amerika Serikat,” ucap Josua.

Ia menyebut investasi hijau dari Indonesia ke AS akan sesuai dengan agenda industri manufaktur dalam negeri AS di bawah Presiden Trump. “Proposal mendatangkan investasi, salah satunya kalau kemarin kan green ammonia ya dari Indonesia ke Amerika Serikat menjadi salah satu proposal yang mungkin agak sulit untuk ditolak oleh pemerintah Amerika Serikat,” jelasnya.

Menurut Josua, AS tidak hanya mengejar neraca dagang yang seimbang, tetapi juga ingin menarik masuk industri manufaktur dari negara lain. Hal ini membuka peluang kerja sama yang menguntungkan bagi Indonesia. “Yang diharapkan oleh Presiden Trump tidak semata-mata untuk menstabilkan ataupun me-balancing trade balance Amerika Serikat, tapi juga bagaimana mendatangkan industri ataupun investasi manufaktur ke Amerika Serikat,” katanya.

Meski demikian, Josua tetap mengingatkan ketegangan dagang global masih menyisakan ketidakpastian, terutama dengan adanya tarif tinggi terhadap lebih dari 180 negara, termasuk Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement