Jumat 18 Apr 2025 13:30 WIB

Respons Tarif Trump, Investor Domestik Diimbau tak Ikut-ikutan Tarik Dana 

Indonesia sebaiknya tetap tenang dan mengedepankan sikap antisipatif.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Ekonom Senior Istitute for Development of Economics and Finance (Indef) Iman Sugema berharap, pemerintah maupun investor domestik tidak reaktif dalam merespons kebijakan tarif impor Amerika Serikat.
Foto: dok. Pixabay
Ekonom Senior Istitute for Development of Economics and Finance (Indef) Iman Sugema berharap, pemerintah maupun investor domestik tidak reaktif dalam merespons kebijakan tarif impor Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Istitute for Development of Economics and Finance (Indef) Iman Sugema berharap, pemerintah maupun investor domestik tidak reaktif dalam merespons kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS). Menurut Iman, Indonesia sebaiknya tetap tenang dan mengedepankan sikap antisipatif dalam menghadapi dinamika global. 

"Indonesia harusnya stay cool saja, tapi selalu antisipatif," ujar Iman dalam diskusi publik Indef bertajuk "Perang Dagang dan Guncangan Pasar Keuangan" di Jakarta, Kamis (17/4/2025) lalu.

 

Iman mengingatkan pentingnya ketahanan psikologis investor dalam negeri dalam menghadapi gejolak pasar. Iman berharap pelaku pasar saham bisa ikut membantu menjaga iklim investasi di Indonesia di tengah gejolak global. "Para pelaku pasar saham jangan terlalu ikut-ikutan, penting sekali literasi investasi dari para investor domestik," ucap Iman. 

 

Iman mencontohkap pelaku pasar di Hong Kong yang dinilai lebih konservatif dan terukur dalam bersikap. Ketika harga saham turun, mereka melihatnya sebagai peluang untuk membeli, bukan panik dan menjual. "Kalau investor asing keluar, Anda harus senang karena itulah kesempatan membeli saham dengan harga lebih murah," lanjut Iman. 

 

Iman menyampaikan kontribusi perdagangan Indonesia terhadap ekonomi AS masih tergolong kecil. Total impor AS dari Indonesia hanya sekitar satu persen, sehingga dampaknya terhadap PDB nasional juga terbatas. "Kalau ekspor kita turun 50 persen sekalipun ke AS, dampaknya terhadap penurunan pertumbuhan PDB itu hanya sekitar satu persen," ucap Iman. 

 

Meski demikian, Iman menekankan potensi dampak tidak langsung dari perang dagang bisa jauh lebih besar. Iman menyebut volatilitas nilai tukar dan pasar saham sebagai ancaman nyata yang perlu diantisipasi. "Indonesia mesti lebih hati-hati dalam menyikapi apa yang akan dilakukan Trump ke depan, karena dia tipe pemimpin yang tidak mudah ditebak," sambung Iman. 

 

Iman menilai pentingnya diplomasi ekonomi yang cerdas dan bermartabat di tengah ketegangan dagang global. Iman menyarankan agar Indonesia tidak ikut-ikutan dalam perang dagang dan lebih mengutamakan dialog. "Kita utamakan diplomasi saja, tentunya dengan dignity, dengan rasa hormat terhadap diri sendiri," ungkap Iman. 

 

Namun sayangnya, menurut Iman, Indonesia sempat kehilangan momentum untuk memainkan peran penting dalam diplomasi ekonomi. Iman menyoroti kekosongan posisi Duta Besar Indonesia untuk AS dalam beberapa tahun terakhir.  "Sayangnya sudah beberapa tahun, Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat itu kosong, jadi kita kehilangan momen sebetulnya untuk melakukan diplomasi lebih intensif," kata Iman.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement