Rabu 16 Jul 2025 08:42 WIB

Pakar Ekonomi: Pembelian Boeing dalam Kesepakatan Trump Rugikan Indonesia

Pembelian 50 pesawat dikhawatirkan akan membebani APBN dan BUMN penerbangan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Pembelian 50 pesawat Boeing yang menjadi bagian dari kesepakatan dagang Indonesia-AS, disebut akan merugikan Indonesia. (ilustrasi)
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Pembelian 50 pesawat Boeing yang menjadi bagian dari kesepakatan dagang Indonesia-AS, disebut akan merugikan Indonesia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Ekonomi Universitas Andalas Prof Syafruddin Karimi menilai pembelian 50 pesawat Boeing yang menjadi bagian dari kesepakatan dagang Indonesia dan Amerika Serikat justru merugikan kepentingan nasional. Menurut dia, kesepakatan yang diumumkan Presiden AS Donald Trump itu lebih mencerminkan tekanan ekonomi sepihak daripada hubungan dagang yang setara.

“Pembelian 50 pesawat Boeing pun menimbulkan tanda tanya besar, apakah ini benar-benar bagian dari strategi modernisasi transportasi, atau justru akan membebani APBN dan BUMN penerbangan di tengah masalah efisiensi dan daya beli masyarakat yang belum pulih?” kata Karimi dalam pesan singkatnya, Rabu (16/7/2025).

Baca Juga

Ia menyebut komitmen pembelian dalam jumlah besar tersebut tidak berdiri dalam kerangka perdagangan timbal balik. Justru, Indonesia disebut berada dalam posisi yang timpang karena harus membuka pasarnya secara penuh untuk produk-produk AS, sementara ekspornya ke AS tetap dikenai tarif tinggi.

“Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat sejatinya menempatkan Indonesia dalam posisi yang timpang. Amerika Serikat memperoleh akses penuh ke pasar domestik Indonesia tanpa hambatan tarif, sementara ekspor Indonesia ke AS tetap dikenai tarif sebesar 19 persen,” ujarnya.

Karimi menyebut skema pembelian tersebut lebih menyerupai kewajiban sepihak. “Kesepakatan ini juga dibebani komitmen pembelian dalam jumlah besar yang lebih menyerupai kewajiban sepihak ketimbang transaksi dagang saling menguntungkan,” ucap dia.

Dalam unggahan resminya, Presiden AS Donald Trump menyebut Indonesia sepakat membeli energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS, produk pertanian 4,5 miliar dolar AS, dan 50 pesawat Boeing, termasuk tipe 777. Sebagai imbal balik, ekspor AS ke Indonesia dibebaskan dari tarif dan hambatan non-tarif, sementara ekspor Indonesia tetap dikenai tarif tetap sebesar 19 persen.

“Ini bukan sekadar perjanjian dagang, melainkan paket pembelian sepihak yang melemahkan fondasi kemandirian ekonomi nasional,” tegas Karimi.

Pemerintah Indonesia hingga kini belum merilis isi resmi kesepakatan tersebut. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebut perundingan masih berjalan dan belum final. “Kami sedang menyiapkan pernyataan bersama antara AS dan Indonesia yang akan menjelaskan besarannya, termasuk tarif, non-tarif, dan pengaturan komersial. Kami akan informasikan segera,” kata Susiwijono.

Karimi mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa menyetujui skema yang hanya menguntungkan satu pihak. “Jangan sampai keputusan strategis ekonomi dibuat hanya karena tekanan geopolitik, bukan demi kepentingan jangka panjang bangsa,” katanya.

Berdasarkan data TradeMap ITC, ekspor utama Indonesia ke AS antara lain minyak sawit, elektronik, alas kaki, karet, dan udang beku. Tahun 2024, nilai perdagangan RI-AS mencapai hampir 40 miliar dolar AS, dengan surplus di pihak Indonesia sekitar 18 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement