Rabu 09 Apr 2025 12:31 WIB

Prabowo Bakal Hapus Kuota Impor, Ekonom: Gelombang PHK Kian Mengancam

Pembukaan keran impor secara lebar justru dapat memperburuk kondisi industri.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (26/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapuskan kebijakan kuota impor menuai tanggapan kritis dari ekonom. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal memperingatkan pembukaan keran impor secara lebar justru dapat memperburuk kondisi industri dalam negeri, terutama sektor padat karya yang rentan terhadap gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Membuka keran impor ini justru memperparah permasalahan yang terjadi selama ini, terutama di industri padat karya. Gelombang PHK itu salah satunya disebabkan karena keran impor yang bocor. Banyak impor masuk, bukan hanya legal tapi juga ilegal," ujar Faisal saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (9/4/2025).

Baca Juga

Faisal menegaskan pelonggaran aturan impor tanpa kebijakan yang jelas berisiko membanjiri pasar domestik dengan produk luar negeri, baik yang resmi maupun ilegal. Hal ini dapat mengancam daya saing industri lokal, yang selama ini sudah kesulitan bersaing dengan harga produk impor.

"Jangan sampai hanya karena kita ingin merespons satu negara, kebijakan ini malah berdampak pada seluruh industri. Perlu dipilah mana yang benar-benar dibutuhkan, misalnya impor dari Amerika, karena produknya berbeda-beda. Jangan disamaratakan," ucap Faisal.

Faisal juga menekankan pentingnya strategi konkret untuk melindungi industri padat karya yang sedang tertekan. Faisal menyampaikan industri padat karya saat ini mengalami pelemahan hingga memicu PHK, salah satunya karena lonjakan impor, termasuk ilegal.

"Pemerintah perlu lebih banyak berhati-hati dan melakukan kalkulasi matang sebelum mengambil keputusan," kata Faisal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement