REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan pada perdagangan hari ini. Sentimen utama yang memengaruhinya masih karena dinamika kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 45 poin atau 0,28 persen menuju level Rp 16.294,5 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (7/3/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di angka Rp 16.339 per dolar AS.
Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan Mata Uang Garuda terjadi seiring dengan pelemahan indeks dolar AS. Akibat terdampak kebijakan Presiden AS Donald Trump yang dinamis. "Dolar terpukul oleh meningkatnya kekhawatiran akan perlambatan ekonomi AS, dengan ketidakpastian atas dampak kebijakan Trump, setelah Trump membuat konsesi untuk Kanada dan Meksiko dari tarif 25 persen yang baru-baru ini dikenakannya," kata Ibrahim dalam keterangannya, Jumat (7/3/2025).
Presiden Federal Reserve Atlanta Raphael Bostic mengatakan pada Kamis kebijakan Trump mengaburkan prospek ekonomi AS. Dan juga memperingatkan bahwa tarifnya dapat mendukung inflasi. "The Fed secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah karena mencari kejelasan lebih lanjut tentang ekonomi," ujar Ibrahim.
Ibrahim melanjutkan, data penggajian nonpertanian untuk bulan Februari yang segera dirilis diharapkan dapat memberikan lebih banyak perunjuk tentang ekonomi. Sementara itu pasar tenaga kerja sejauh ini tetap kuat, tanda-tanda pendinginan di sektor tersebut dapat semakin merusak sentimen terhadap ekonomi AS.
Adapun, ekspor China tumbuh jauh lebih lambat dari yang diharapkan pada periode Januari-Februari, sementara impor tiba-tiba anjlok. Ekspor yang lemah mencerminkan beberapa hambatan dari tarif perdagangan Trump, yang berlaku sejak awal Februari. Sedangkan neraca perdagangan China tumbuh lebih dari yang diharapkan.
"Trump menaikkan tarifnya ke Tiongkok menjadi 20 persen minggu ini. Beijing telah membalas dengan serangkaian tindakan, yang kemungkinan juga menjadi faktor yang menyebabkan angka impor yang lebih lemah. Namun, surplus perdagangan Tiongkok tetap kuat," jelasnya.
Faktor internal
Ibrahim melanjutkan, penguatan rupiah juga dipengaruhi beberapa sentimen domestik. Terutama faktor stabilitas pangan pokok. "Pasar merespons positif, setelah Pemerintah pastikan harga pangan pokok tetap stabil dibulan Ramadhan 2025, meski ancaman cuaca ekstrem menjadi bayang-bayang yang mampu mengganggu pasokan yang mempengaruhi hasil panen sejumlah komoditas," ujar dia.
Selain itu, Pemerintah bersama pelaku usaha terus berusaha menjaga harga pangan di tingkat konsumen tetap sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) dan harga acuan penjualan (HAP). Hal itu penting agar inflasi pangan tetap positif.
Lebih lanjut, inflasi pangan (volatile food) pada Februari 2025 tercatat sebesar 0,56 persen secara tahunan. Angka tersebut menjadi perhatian karena inflasi umum justru mengalami penurunan sebesar -0,09 persen. Pemerintah juga memantau pergerakan Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada Februari sedikit turun 0,18 persen menjadi 123,45.
Sebagai upaya tambahan menjaga keseimbangan harga dari produsen hingga konsumen, pemerintah tengah menyiapkan program Koperasi Desa Merah Putih (Kop Des Merah Putih). Koperasi ini ditargetkan membantu penyerapan hasil panen petani dan menjaga harga gabah tetap stabil.
Berdasarkan berbagai sentimen yang ada, baik dari luar maupun dalam negeri, Ibrahim memprediksi rupiah terus bergerak fluktuatif. Namun diprediksi melemah di rentang Rp 16.280-Rp 16.340 per dolar AS.
Advertisement