REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan secara rinci mekanisme penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo memastikan penyesuaian ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan tidak akan menambah beban masyarakat untuk barang-barang non-mewah.
Lebih lanjut Suryo menjelaskan tarif PPN berdasarkan UU HPP adalah 12 persen. Namun, untuk barang non-mewah, dasar pengenaan pajaknya (DPP) telah disesuaikan sehingga PPN yang dibayarkan tetap sama seperti sebelumnya, yakni 11 persen dari harga jual.
"Tarif 12 persen dikalikan dengan dasar pengenaan pajak yang menggunakan nilai lain. Nilai lainnya itu dihitung 11/12 dari harga jual atau nilai impor," ungkap Suryo dalam di Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Berikut adalah cara penghitungan PPN berdasarkan jenis barang.
1. Barang Mewah
Barang mewah dikenakan PPN dengan tarif penuh 12 persen, menggunakan DPP sebesar 100 persen dari harga jual.
Contoh: Jika harga barang Rp 1.000.000, maka PPN yang dikenakan adalah Rp 120.000 (12 persen dari Rp 1.000.000).
2. Barang Non-Mewah
Barang non-mewah menggunakan DPP sebesar 11/12 dari harga jual, sehingga PPN yang dibayarkan setara dengan 11 persen dari harga jual.
Contoh: Jika harga barang Rp 1.000.000, maka DPP menjadi Rp 916.667 (11/12 dari harga jual). PPN yang dikenakan adalah Rp 110.000 (12 persen dari Rp 916.667).
"Secara kalkulasi, jumlah PPN yang dibayarkan masyarakat tetap sama, yaitu 11 persen untuk barang non-mewah," tegas Suryo.